Seluruh nilai tersebut telah ditransfer secara digital ke rekening resmi perusahaan pada 20 November 2025 sebagai bentuk eksekusi atas rampasan yang telah menjadi milik negara.
Namun, tumpukan uang tunai yang dipajang di depan publik dalam jumlah tiga ratus miliar rupiah ternyata bukan dana asli hasil penyitaan.
Kita tadi pagi masih bisa komunikasi dengan BNI Mega Kuningan, mohon dipinjami uang Rp 300 miliar. Jadi uang ini kami pinjam dari BNI Mega Kuningan, ungkap jaksa eksekusi.
Pinjaman tersebut diambil pada pagi hari dan dijadwalkan dikembalikan pada sore harinya dengan pengawalan ketat dari kepolisian untuk menjamin keamanan proses.
Jam 16.00 WIB sore, kita akan kembalikan lagi uang ini. Kita juga akan dibantu pengamanan dari kepolisian, tambahnya.
Pameran fisik uang dilakukan semata-mata untuk menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa lembaga antikorupsi berhasil memulihkan kerugian negara yang mendekati satu triliun rupiah.
Dana sebenarnya disimpan dalam rekening penampungan resmi dan hanya sebagian kecil yang ditampilkan karena keterbatasan ruang serta pertimbangan keamanan.
Pengembalian aset ini mencakup uang tunai dan enam unit efek yang sebelumnya disita dari para terpidana dalam kasus pengelolaan dana pensiun yang merugikan ribuan aparatur sipil negara.
Langkah tersebut menjadi bukti nyata komitmen lembaga antikorupsi dalam mengoptimalkan pemulihan keuangan negara dari berbagai perkara korupsi besar.
Proses serah terima dilakukan secara terbuka untuk menegaskan transparansi sekaligus memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan kerah putih yang menggerogoti dana publik.
Kejaksaan eksekusi menegaskan bahwa praktik peminjaman sementara dari bank pelat merah untuk keperluan simbolis telah menjadi prosedur standar dalam beberapa kasus serupa sebelumnya.
Kembalinya dana pensiun yang mencapai ratusan miliar ini diharapkan dapat segera dimanfaatkan kembali untuk kepentingan para pensiunan yang menjadi korban utama dari praktik korupsi tersebut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

