Repelita Serang - Kasus pelaporan orang tua siswa terhadap seorang Kepala Sekolah karena diduga menampar anaknya yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah kini menjadi sorotan publik nasional.
Tindakan pelaporan tersebut dinilai janggal oleh banyak pihak karena dianggap mengabaikan konteks disiplin yang dijalankan oleh pihak sekolah.
Kemarahan publik semakin memuncak setelah diketahui bahwa teman-teman sekelas siswa tersebut turut melakukan aksi mogok belajar.
Sikap Gubernur Banten yang menonaktifkan Kepala Sekolah juga memicu kritik luas dari masyarakat.
Padahal, merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2015, pasal 5 menyatakan bahwa seluruh elemen sekolah, termasuk peserta didik, dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, atau mempromosikan rokok di lingkungan sekolah.
Dalam peraturan tersebut juga ditegaskan bahwa Kepala Sekolah wajib menegur dan/atau mengambil tindakan jika terjadi pelanggaran.
Sejumlah warganet menyampaikan pendapat bahwa perilaku siswa yang merokok di sekolah juga melanggar Undang-Undang Kesehatan.
Akun @sumandogaek di media sosial X menulis, “🚨Viral kepala sekolah yang dinonaktifkan karena melarang (menampar) anak muridnya merokok di sekolah, mari kita viralkan untuk tuntut balik murid & ortu tsb berdasar UU ttg larangan merokok. DENDA 50 JUTA,” dikutip Rabu 15 Oktober 2025.
Pegiat media sosial Cak Khum juga menyampaikan kritik terhadap keputusan Gubernur Banten yang menonaktifkan Kepala Sekolah.
“Harusnya Siswa yang merokok di Sekolah ditabok dua kali. Gubernur Banten Andra Soni yang menonaktifkan Kepsek paham sama Permendikbud nggak?” tulis Cak Khum.
Ia menambahkan bahwa sekolah merupakan Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015.
Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenai sanksi pidana berupa denda maksimal Rp50 juta sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan Pasal 437 ayat (2).(*)
Editor: 91224 R-ID Elok