Ia menyebut, beberapa informasi penting seperti nomor ijazah, tanggal lahir, dan tanda tangan rektor maupun dekan tampak disamarkan dalam dokumen tersebut.
KPU memberikan salinan itu kepada tim hukum RRT setelah adanya permintaan resmi yang diajukan sebelumnya.
Abdullah Alkatiri menjelaskan dalam siniar yang disiarkan melalui kanal YouTube Refly Harun Official pada 5 Oktober 2025 bahwa KPU mengundang pihaknya untuk mengambil dokumen tersebut.
Menurutnya, petugas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) KPU menyerahkan fotokopi ijazah Jokowi yang telah dilegalisir, namun dengan sejumlah bagian tertutup tinta hitam.
Alkatiri menilai ukuran salinan itu berbeda dari ukuran ijazah asli, dan menyoroti tidak adanya proses verifikasi langsung ke Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai penerbit ijazah.
Ia menegaskan keheranannya karena KPU hanya mengandalkan legalisasi tanpa memastikan keaslian dokumen kepada pihak kampus.
Selain itu, ia juga menyebut bahwa tidak semua KPU daerah memiliki kebijakan serupa.
Sebagai contoh, KPU DKI Jakarta menolak memberikan salinan ijazah dengan alasan bertentangan dengan Pasal 17H Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Alkatiri menduga KPU pusat ingin melihat terlebih dahulu bagaimana respons publik terhadap publikasi dokumen tersebut.
Ia juga menyinggung bahwa sejak 2019 telah beredar beberapa versi salinan ijazah Jokowi di ruang publik.
Menurutnya, versi yang diterima pihaknya kali ini mirip dengan yang pernah ditunjukkan oleh aktivis Dian Sandi.
Namun, jika ditemukan perbedaan antara versi yang dimiliki KPU pusat, KPU daerah, maupun dokumen Pilpres 2014 dan 2019, maka hal itu harus ditelusuri lebih lanjut.
Ia menegaskan bahwa perbedaan signifikan antara versi dokumen dapat mengarah pada dugaan penggunaan dokumen palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 263 dan 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menanggapi desakan sejumlah pihak yang meminta agar Roy Rismon Tifa ditangkap atas dugaan penyebaran informasi palsu, Abdullah Alkatiri menegaskan bahwa langkah tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Menurutnya, advokat dilindungi undang-undang selama berbicara dalam konteks pembelaan terhadap klien dan perkara yang sah.
Pihaknya berencana mengajukan audiensi ke beberapa lembaga, termasuk DPR RI dan Ombudsman, untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan prosedural oleh KPU dan aparat penegak hukum.
Ia mengatakan bahwa satu fraksi di DPR telah menerima kedatangan mereka dan berjanji akan menindaklanjuti temuan tersebut melalui rapat dengar pendapat.
Dalam kesempatan lain, Alkatiri juga menyinggung pelarangan seminar di Malang yang menghadirkan Roy Suryo dan dr. Tifa.
Ia mengaku sempat berkoordinasi dengan aparat kepolisian agar kegiatan itu tetap berjalan dengan aman dan tertib.
Menurutnya, kegiatan tersebut konstitusional dan dijamin oleh Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945, sehingga akhirnya dapat berlangsung tanpa hambatan berarti.
Menutup pernyataannya, Alkatiri menyampaikan bahwa seluruh langkah hukum yang ditempuh pihaknya bertujuan menegakkan aturan sesuai dengan mekanisme yang sah.
Ia berharap agar lembaga-lembaga negara bertindak profesional dan transparan demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok