Repelita Banten - Meskipun telah diselesaikan secara kekeluargaan, perkara yang menimpa Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, masih terus menuai respons dari berbagai kalangan.
Kali ini, Hilmi turut angkat bicara dan menyoroti fenomena generasi muda yang dinilai semakin rapuh terhadap disiplin dan ketegasan guru.
Hilmi mempertanyakan logika para siswa yang melakukan aksi mogok belajar setelah kepala sekolah mereka dilaporkan ke polisi karena diduga menampar seorang siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
“Jadi menurut siswa-siswa yang mogok itu, merokok di lingkungan sekolah hal yang wajar?,” ujar Hilmi di X @hilmi28 pada 15 Oktober 2025.
Ia menyatakan dukungannya terhadap tindakan tegas kepala sekolah, selama dilakukan demi pembinaan dan kebaikan peserta didik.
“Kalau ini terjadi di sekolah saya, saya akan dukung penuh apa yang dilakukan Kepala Sekolah,” sebutnya.
“Beliau menampar pasti ada alasan yang lebih spesifik demi kebaikan siswa dan sekolah,” tambah pengasuh Pondok Pesantren Baitul Qur’an Assa’adah tersebut.
Menurut Hilmi, disiplin di sekolah seharusnya menjadi bagian dari pendidikan karakter, bukan dijadikan bahan pelaporan ke aparat hukum.
Ia menilai bahwa zaman telah banyak berubah dan generasi sekarang cenderung lebih lembek dalam menghadapi ketegasan.
“Perasaan zaman dulu, hukuman-hukuman seperti ini kepada siswa itu biasa, kenapa generasi sekarang jadi pada lembek begini?,” sindirnya.
Hilmi juga menyinggung peran orangtua yang kini justru sering memihak anak, meskipun anaknya jelas melanggar aturan sekolah.
“Celakanya, orangtua pun ikut mendukung kesalahan anak. Kalau dulu, kita dihukum Kepala Sekolah atau guru, kita mengadu kepada orangtua, bukan dibela tapi dihukum lagi di rumah. Sekarang orangtua malah ikut-ikutan anaknya melawan pihak sekolah,” kuncinya.
Sebelumnya, dugaan penamparan siswa oleh Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria, telah berujung damai.
Kasus yang sempat viral dan menyedot perhatian publik itu diselesaikan melalui jalur kekeluargaan.
Pertemuan kedua pihak difasilitasi langsung oleh Gubernur Banten, Andra Soni, di ruang kerjanya pada Rabu, 15 Oktober 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Dini Fitria dan siswanya, ILY, saling menangkupkan tangan sebagai tanda perdamaian dan saling memaafkan.
Gubernur Andra Soni menyampaikan apresiasinya terhadap langkah bijak yang diambil oleh kedua belah pihak.
“Tidak ada masalah yang tak bisa diselesaikan dengan hati yang lapang. Yang penting, kita jadikan ini pelajaran untuk lebih baik ke depan,” ujar Soni.
Terpisah, Dini Fitria menjelaskan bahwa tindakannya bukan dilandasi kebencian, melainkan bentuk kasih sayang dan tanggung jawab moral seorang guru kepada siswanya.
“Tidak ada guru ingin menganiaya muridnya. Bahwa hari itu terjadi begitu saja, refleks, dan sebagaimana pun seorang guru kepada muridnya itu adalah bentuk kasih sayangnya,” kata Dini.
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab pembinaan siswa di sekolah memiliki batas waktu tertentu.
“Guru hanya bisa membina dan mengawasi mulai pukul 07.00 sampai 15.30 WIB. Selebihnya, itu menjadi tanggung jawab orang tua di rumah,” tuturnya.
“Maka, apa pun yang saya lihat itu adalah bentuk penyimpangan, saya harus ikut menegur,” tambahnya.
Meski demikian, Dini mengakui adanya kekhilafan dalam insiden tersebut.
“Hanya saja mungkin diwarnai dengan kekhilafan saja. Saya akui dan itu ibu minta maaf,” imbuhnya sambil menatap siswanya yang duduk di sampingnya.
Sementara itu, sang siswa turut menyampaikan permintaan maaf karena telah melanggar aturan sekolah.
“Maafin juga, Bu. Saya sebenarnya salah merokok di sekolah, dan saya minta maaf ke Bu Dini,” tutur ILY.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok
