Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri dugaan adanya sosok lain yang berdiri di belakang Topan Obaja Putra Ginting, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Utara nonaktif, dalam pusaran kasus suap proyek pembangunan jalan.
Lembaga antirasuah ini menduga Topan tidak menjalankan aksinya seorang diri, melainkan bertindak atas perintah pihak lain yang kini sedang diidentifikasi lebih dalam oleh tim penyidik.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan bahwa pihaknya akan membongkar pola komunikasi Topan dengan orang-orang yang diduga berperan memberikan arahan atau perintah terkait aliran uang haram proyek tersebut.
Asep menegaskan bahwa penyidik berupaya memetakan jalur perintah untuk mengetahui siapa saja yang terlibat serta sejauh mana keterlibatan mereka dalam perkara korupsi ini.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menambahkan, pendalaman keterangan terus dilakukan melalui pemeriksaan saksi-saksi yang dianggap memiliki informasi penting guna membuka tabir aktor di balik Topan.
Menurut Budi, hingga kini proses pengumpulan bukti dan keterangan masih berjalan intensif agar peran pihak pemberi perintah bisa diungkap dengan terang benderang.
Ia menyebut, KPK belum bisa memastikan tenggat waktu pendalaman karena proses pemeriksaan saksi terus berlanjut dan membutuhkan ketelitian tinggi.
Dalam perkara ini, KPK memanggil sejumlah pihak mulai dari pejabat kepolisian, mantan kepala daerah, hingga keluarga terdekat Topan untuk dimintai keterangan demi menelusuri aliran dana dan perintah yang mengatur jalannya korupsi proyek jalan di Sumatera Utara.
Mantan Kapolres Tapanuli Selatan, AKBP Yasir Ahmadi, termasuk di antara saksi yang diperiksa terkait dugaan aliran uang hasil proyek jalan yang menjadi pokok perkara.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kajari Mandailing Natal, Muhammad Iqbal, yang dijadwalkan pada 18 Juli 2025, meski pelaksanaannya menunggu koordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Eks Bupati Mandailing Natal periode 2021-2024, Muhammad Jafar Sukhairi, turut hadir memberikan keterangan kepada penyidik KPK mengenai pos anggaran proyek pembangunan jalan tersebut.
Selain itu, mantan Penjabat Sekretaris Daerah Sumatera Utara, M. Ahmad Effendy Pohan, juga diperiksa untuk mendalami proses pergeseran anggaran proyek yang disinyalir membuka celah penyalahgunaan kewenangan.
Istri Topan, Isabella Pencawan, ikut dipanggil setelah KPK menemukan uang tunai Rp 2,8 miliar saat penggeledahan di kediaman mereka pada awal Juli 2025.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Topan Obaja Putra Ginting, Rasuli Efendi Siregar, Heliyanto, Akhirun Efendi Siregar, serta Rayhan Dulasmi Pilang yang diduga bersekongkol mengatur proyek jalan bernilai ratusan miliar rupiah.
Penyidik menduga proyek yang seharusnya melalui mekanisme lelang justru diberikan langsung kepada Akhirun Efendi melalui skenario pengaturan bersama Topan dan Rasuli agar PT DNG keluar sebagai pemenang dalam sistem e-katalog.
Agar tidak menimbulkan kecurigaan, kelompok ini sengaja membagi proyek lain sebagai pengalih perhatian untuk menutupi pola pengaturan yang mereka lakukan.
Sebagai imbal balik, Heliyanto diduga menerima uang sebesar Rp 120 juta sepanjang Maret 2024 hingga Juni 2025 dari Akhirun Efendi dan Rayhan Dulasmi Pilang sebagai fee agar perusahaan milik keluarga Akhirun memenangkan proyek strategis di Sumatera Utara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok