Repelita Lahat - Penangkapan serentak yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan di Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, membuat geger publik karena melibatkan puluhan kepala desa, seorang camat, dan Ketua Forum Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia setempat.
Sebanyak 22 orang ditangkap dalam operasi tangkap tangan tersebut dengan dugaan praktik pungutan liar bermodus penyalahgunaan Anggaran Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat di desa masing-masing.
Dalam OTT yang dilakukan pada Kamis sore 24 Juli 2025 itu, penyidik berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 65 juta yang diduga dikumpulkan secara kolektif dari para kepala desa untuk diberikan kepada oknum aparat penegak hukum sebagai uang tutup mulut.
Kronologi penangkapan bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya forum internal di mana para kepala desa diundang oleh Ketua Forum Apdesi Pagar Gunung untuk membahas rencana penggunaan APBDes.
Dalam forum tersebut, Ketua Forum Apdesi diduga meminta setiap kepala desa menyetor dana sebesar Rp 7 juta yang bersumber dari dana desa dengan tujuan agar pengelolaan anggaran di desa tidak diganggu oleh aparat penegak hukum.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel, Adhryansah, menjelaskan bahwa belum semua kepala desa setuju dengan pungutan itu, tetapi sebagian sudah menyerahkan uang yang kemudian disita saat OTT berlangsung.
Ia menambahkan bahwa pihaknya masih mendalami asal usul permintaan dana tersebut dan memastikan siapa saja yang terlibat, termasuk oknum aparat penegak hukum yang diduga menerima aliran dana.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, mengatakan bahwa seluruh pihak yang terjaring OTT masih berstatus saksi dan sedang menjalani pemeriksaan intensif di Kantor Kejati Sumatera Selatan.
Hingga saat ini, penyidik terus mengumpulkan bukti dan mendalami aliran dana yang diduga sudah berulang kali terjadi.
Adhryansah menyebutkan bahwa rendahnya pemahaman kepala desa terhadap hukum membuat mereka rentan terjebak praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga Kejaksaan akan menggencarkan program pendampingan hukum ke desa-desa.
Ia menegaskan bahwa penindakan ini menjadi peringatan keras agar dana desa benar-benar dikelola transparan dan sesuai aturan yang telah disepakati melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa.
Selain itu, kepala desa diimbau untuk berkoordinasi aktif dengan Kejaksaan Negeri setempat melalui program jaga desa dan pendampingan hukum bidang perdata maupun tata usaha negara agar terhindar dari jeratan pidana di kemudian hari.
Kasus ini pun menjadi peringatan bagi seluruh aparatur desa di Sumatera Selatan untuk tidak bermain-main dengan dana publik dan menjauhkan diri dari praktik pungutan liar yang merugikan keuangan negara. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok