Repelita Jakarta - Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menyoroti lambannya langkah Kejaksaan Agung dalam menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek periode 2019 hingga 2022.
Hudi menilai Kejagung seharusnya sudah cukup dasar menetapkan Nadiem sebagai tersangka, mengingat keterangan lebih dari 80 saksi dan dokumen terkait investasi Google ke GoTo dinilai cukup menguatkan dugaan keterlibatan pendiri Gojek itu dalam proyek senilai Rp9,3 triliun tersebut.
Menurut Hudi, langkah penegakan hukum harus dijalankan secara profesional dan bebas dari intervensi politik, terlebih proyek ini sudah menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit.
Ia juga mempertanyakan penggantian Direktur Penyidikan Jampidsus dari Abdul Qohar ke Nurcahyo Jungkung Madyo di tengah proses penyidikan, meski Hudi memilih berprasangka baik bahwa pergantian tersebut justru akan mempercepat penanganan perkara.
Dalam perkembangan kasus ini, penyidik menyoroti hubungan antara investasi Google ke Gojek dengan pengadaan Chromebook, terutama setelah dokumen dan barang bukti elektronik turut disita dari kantor GoTo pada awal Juli 2025.
Eks Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, sebelumnya menjelaskan bahwa tim penyidik terus mendalami keuntungan yang diduga diperoleh Nadiem, terutama dari kolaborasi antara Google dan Kemendikbudristek di bawah kepemimpinannya.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan adalah peran Jurist Tan, mantan staf khusus Nadiem, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan diduga menjadi penghubung langsung antara Kemendikbudristek dan Google.
Jurist Tan disebut sempat menyampaikan permintaan kontribusi investasi sebesar 30 persen dari Google, dengan imbalan penggunaan ChromeOS dalam pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi di sekolah-sekolah Indonesia pada 2020 hingga 2022.
Rangkaian rapat yang melibatkan Nadiem, Jurist Tan, dan sejumlah pejabat Kemendikbudristek juga terekam, termasuk perintah Nadiem pada Mei 2020 agar pengadaan laptop menggunakan ChromeOS, meski proses tender belum resmi dimulai.
Konstruksi perkara yang dirilis Kejagung menunjukkan bahwa skema mark-up harga laptop dan perangkat lunak Classroom Device Management telah menimbulkan kerugian negara sekitar Rp1,98 triliun.
Empat orang telah berstatus tersangka, yakni Jurist Tan, Ibrahim Arief selaku mantan konsultan teknologi, Sri Wahyuningsih yang menjabat Direktur SD, serta Mulyatsyah yang pernah memimpin Direktorat SMP Kemendikbudristek.
Dua tersangka, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, kini mendekam di Rutan Salemba cabang Kejagung sejak pertengahan Juli 2025, sedangkan Ibrahim Arief menjalani tahanan kota akibat kondisi kesehatan.
Pemeriksaan intensif juga dilakukan terhadap Nadiem yang hadir di Kejagung pada 15 Juli 2025 selama lebih dari sembilan jam, termasuk klarifikasi seputar alur pengadaan dan keterkaitannya dengan pendanaan Google ke Gojek ketika ia masih menjabat CEO.
Publik menanti langkah tegas Kejagung agar status hukum Nadiem segera jelas di tengah kerugian negara yang cukup besar dan potensi keterlibatan jaringan investasi teknologi internasional di balik proyek Chromebook.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok