Repelita Kuala Lumpur - Thailand dan Kamboja akhirnya mencapai kesepakatan untuk memberlakukan gencatan senjata tanpa syarat guna meredakan ketegangan di perbatasan yang menewaskan puluhan orang dalam beberapa hari terakhir.
Kesepakatan tersebut dicapai pada Senin 28 Juli 2025 dalam pertemuan antara Pelaksana Tugas Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet di Malaysia, dengan fasilitasi langsung oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim selaku Ketua ASEAN.
Pertemuan ini juga dihadiri utusan khusus dari Amerika Serikat dan Tiongkok yang mendesak kedua pihak untuk menempuh jalur damai dan menahan diri.
Gencatan senjata akan mulai berlaku pada tengah malam waktu setempat dan dijadwalkan komandan militer dari kedua negara berkumpul pada pukul 07.00 esok harinya untuk menyusun langkah teknis pelaksanaan.
Anwar Ibrahim menegaskan bahwa kesepakatan ini menjadi titik awal menuju penurunan eskalasi dan pemulihan stabilitas kawasan, sekaligus menunjukkan peran sentral ASEAN dalam menyelesaikan konflik antaranggota.
Dalam pernyataan bersama, pihak Thailand, Kamboja, dan Malaysia menyebut menteri luar negeri dan pertahanan dari masing-masing negara akan merumuskan mekanisme verifikasi dan pelaporan untuk memastikan gencatan senjata berjalan efektif.
Konflik yang memanas sejak 24 Juli 2025 telah memicu bentrokan bersenjata di sepanjang 800 kilometer garis perbatasan, memaksa lebih dari 150.000 warga sipil mengungsi dan menewaskan sedikitnya 36 orang.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya menekan kedua negara dengan mengancam membekukan perjanjian dagang jika pertempuran tidak dihentikan segera.
Baik Phumtham maupun Hun Manet berterima kasih atas dukungan Anwar dan Trump, serta dukungan diplomasi Tiongkok yang berperan sebagai mitra dagang utama Kamboja.
Sebelum duduk di meja perundingan, Thailand mendesak agar penarikan pasukan dan penghentian serangan mematikan masuk dalam poin gencatan senjata, sedangkan Kamboja hanya menuntut penghentian permusuhan tanpa prasyarat lain.
Akar permasalahan sengketa perbatasan kedua negara tak lepas dari warisan peta era kolonial yang menimbulkan tumpang tindih klaim atas empat wilayah strategis.
Thailand, yang tengah berupaya mempertahankan jalur ekspor utama ke Amerika Serikat, juga khawatir tekanan tarif baru yang akan diberlakukan pada 1 Agustus 2025 semakin memperburuk perekonomian dalam negeri.
Sementara itu, Kamboja mengancam akan membawa persoalan perbatasan ini ke Mahkamah Internasional jika Thailand dinilai mengingkari kesepakatan bilateral.
Para analis menilai kesepakatan gencatan senjata ini belum sepenuhnya menjamin perdamaian permanen, namun setidaknya dapat mencegah jatuhnya korban lebih banyak di tengah tekanan ekonomi yang sama-sama dirasakan kedua negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok