Repelita Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan alasan di balik kebijakan kontroversialnya yang berencana mengirim siswa bermasalah ke barak militer.
Menurutnya, banyak guru yang merasa tertekan dalam mendidik siswa yang bermasalah, karena mereka takut terkena masalah hukum jika bersikap tegas terhadap mereka.
Dedi menganggap bahwa perlakuan keras terhadap siswa nakal terkadang berujung pada pemidanaan terhadap guru.
Untuk itu, ia mengusulkan agar TNI dan Polri terlibat dalam menangani siswa bermasalah, guna memberikan pembinaan karakter dan kedisiplinan.
Program ini akan dimulai pada 2 Mei 2025 dan direncanakan berlangsung antara enam hingga dua belas bulan.
Selama itu, siswa akan mengikuti program pembinaan karakter di barak militer.
Mereka tetap akan menjalani pendidikan seperti biasa, namun dengan penambahan latihan fisik dan kedisiplinan.
Aktivitas yang direncanakan antara lain meliputi waktu tidur pukul 20.00 WIB dan bangun pukul 04.00 WIB, olahraga pagi, serta pembinaan agama, termasuk puasa Senin-Kamis dan mengaji bagi siswa Muslim.
Dedi menjelaskan bahwa tujuan dari program ini bukan untuk memberikan pendidikan militer, tetapi untuk menanamkan kedisiplinan dan membentuk karakter siswa.
Ia juga menegaskan bahwa setiap peserta harus mendapatkan persetujuan orang tua sebelum ikut serta dalam program tersebut.
Beberapa daerah di Jawa Barat menyatakan kesiapan untuk melaksanakan program ini mulai 2 Mei 2025.
Meski demikian, kebijakan ini menuai kritikan dari berbagai pihak.
Lembaga Imparsial, misalnya, mendesak Dedi Mulyadi untuk menghentikan rencana ini, karena dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan berpotensi memperkuat kekerasan dalam pendidikan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, juga enggan memberikan pendapat terkait kebijakan tersebut.
Ia menyarankan agar wartawan mencari masukan dari pakar pendidikan lain yang lebih berkompeten.
Saat ini, kebijakan tersebut masih dalam tahap perencanaan dan akan segera diuji coba di lapangan.
Dedi berharap bahwa program ini akan dapat menjadi solusi yang efektif dalam menangani siswa bermasalah dan mengurangi kekhawatiran para guru dalam mendidik.
Namun, penerimaan masyarakat terhadap program ini dan pelaksanaannya di lapangan akan menjadi tantangan besar ke depannya.
Editor: 91224 R-ID Elok