
Repelita Jakarta - Pengamat politik Rocky Gerung menilai banjir bandang dan longsor mematikan di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat merupakan bukti nyata kegagalan negara menghadapi krisis sekaligus cermin paradoks kemanusiaan masyarakat.
Masyarakat sipil, mahasiswa, relawan, hingga komunitas kecil mampu menggalang miliaran rupiah dalam hitungan jam melalui donasi spontan yang jauh lebih cepat dan efektif dibanding respons pemerintah pusat.
Negara hingga kini masih ragu menetapkan status bencana nasional meski korban jiwa sudah ratusan dan kerusakan infrastruktur mencapai puluhan triliun rupiah di tiga provinsi tersebut.
Rocky menyebut solidaritas rakyat menjadi bukti bahwa sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila masih hidup kuat di kalangan warga biasa.
Sebaliknya, sejumlah pejabat justru memanfaatkan lokasi bencana sebagai ajang pencitraan dengan membawa rombongan kamera untuk merekam aksi panggul beras atau pembagian paket dari helikopter.
Menurut Rocky, kehadiran kamera di lokasi bencana justru menihilkan empati karena yang ditonjolkan adalah penampilan fisik, bukan solusi konkret atas akar masalah.
Ia juga menyinggung pernyataan pejabat tinggi yang awalnya meremehkan dampak banjir dengan menyebut hanya ramai di media sosial sebelum akhirnya meminta maaf setelah melihat langsung kehancuran di lapangan.
Rocky menilai lambatnya penetapan status bencana nasional merupakan bentuk kecurangan politik karena negara selama ini menikmati pemasukan dari eksploitasi sumber daya alam di daerah yang kini menjadi korban terparah.
Bencana ini tidak murni ulah cuaca ekstrem, melainkan akibat langsung pembabatan hutan sistematis di kawasan hulu seperti Batang Toru yang dikuasai korporasi tambang dan perkebunan besar.
Kementerian Lingkungan Hidup sudah berencana memanggil delapan perusahaan yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai Batang Toru untuk dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan ekosistem yang memperparah banjir bandang.
Rocky mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional serta meninjau ulang semua izin usaha yang selama ini memicu kerentanan ekologis di Sumatera.
Ia menegaskan bahwa tanpa pemutusan hubungan tidak sehat antara pejabat dan korporasi, bencana serupa akan terus berulang dan rakyat kecil yang selalu menjadi korban utama.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

