Repelita Semarang – Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah telah memanggil mantan Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Letnan Jenderal Widi Prasetijono untuk diperiksa.
Pemanggilan terhadap perwira tinggi yang pernah menjadi Ajudan Presiden Joko Widodo itu dilaksanakan pada hari Senin tanggal satu Desember dua ribu dua puluh lima.
Letnan Jenderal Widi Prasetijono dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.
Kasus tersebut menyangkut pengelolaan keuangan Badan Usaha Milik Daerah PT Cilacap Segara Artha di Kabupaten Cilacap.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Siswanto membenarkan telah dilakukannya pemanggilan terhadap mantan ajudan presiden tersebut.
Siswanto menyatakan bahwa pihaknya memang telah mengeluarkan surat panggilan resmi untuk Letnan Jenderal Widi Prasetijono.
Namun ia belum dapat memastikan kehadiran dari mantan Panglima Komando Daerah Militer tersebut dalam proses pemeriksaan.
Pernyataan tersebut disampaikan Siswanto kepada awak media di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Senin siang.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Arfan Triono memberikan konfirmasi terkait pelaksanaan pemeriksaan.
Arfan Triono menyatakan bahwa Letnan Jenderal Widi Prasetijono memang sedang menjalani proses pemeriksaan oleh penyidik.
Pemanggilan yang dilakukan pada hari Senin tersebut merupakan panggilan kedua bagi mantan ajudan presiden.
Sebelumnya Letnan Jenderal Widi Prasetijono juga telah dipanggil untuk memberikan keterangan terkait kasus yang sama.
Proses persidangan perkara dugaan korupsi PT Cilacap Segara Artha saat ini sedang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.
Terdapat tiga orang terdakwa yang telah ditetapkan oleh penuntut umum dalam kasus tersebut.
Terdakwa pertama adalah mantan Direktur PT Rumpun Sari Antan Andhi Nur Huda yang terlibat dalam transaksi jual beli tanah.
Terdakwa kedua adalah mantan Direktur PT Cilacap Segara Artha Iskandar Zulkarnain sebagai pihak pembeli aset.
Terdakwa ketiga adalah mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Cilacap periode dua ribu dua puluh dua hingga dua ribu dua puluh empat Awaluddin Muuri.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Lukas Alexander Sinuraya menjelaskan kronologi awal kasus ini.
Kasus bermula ketika PT Cilacap Segara Artha melakukan pembelian sebidang tanah seluas tujuh ratus hektare.
Tanah tersebut dibeli dari PT Rumpun Sari Antan dengan nilai transaksi mencapai dua ratus tiga puluh tujuh miliar rupiah.
Transaksi jual beli tanah itu terjadi pada periode dua ribu dua puluh tiga hingga dua ribu dua puluh empat.
Aset tanah yang dijual oleh PT Rumpun Sari Antan ternyata merupakan milik Yayasan Diponegoro di bawah Kodam IV/Diponegoro.
Pada saat proses jual beli dilakukan, PT Rumpun Sari Antan belum memperoleh izin dari pemilik sah yaitu Yayasan Diponegoro.
Legalitas kepemilikan tanah tersebut masih bermasalah sehingga menimbulkan dugaan adanya kelalaian dalam transaksi.
Bahkan terdapat indikasi persekongkolan yang dapat merugikan keuangan negara dan daerah dalam kasus ini.
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah masih terus melakukan penyidikan mendalam terhadap seluruh aspek kasus.
Pemeriksaan terhadap Letnan Jenderal Widi Prasetijono dilakukan karena ia menjabat sebagai Panglima Kodam IV/Diponegoro saat transaksi terjadi.
Sebagai panglima, ia memiliki tanggung jawab terkait pengelolaan aset milik yayasan di bawah komandonya.
Proses hukum ini diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan pelaku yang terlibat dalam dugaan korupsi.
Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas tanpa memandang pangkat atau jabatan seseorang.
Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintahan daerah dan militer.
Masyarakat mengharapkan proses hukum yang transparan dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dan pemerintahan dapat dipulihkan.
Setiap langkah dalam proses peradilan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
Pengawasan terhadap pengelolaan aset daerah dan negara harus diperketat untuk mencegah penyalahgunaan.
Pelajaran dari kasus ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem pengelolaan keuangan daerah.
Kerjasama antara instansi penegak hukum dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan untuk pencegahan korupsi.
Masyarakat juga diharapkan dapat berperan aktif dalam mengawasi penggunaan anggaran dan aset daerah.
Dengan sinergi semua pihak, praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat dapat diminimalisir.
Penanganan yang tuntas terhadap kasus ini akan memberikan efek jera bagi potensi pelaku korupsi lainnya.
Pada akhirnya, tujuan dari proses hukum ini adalah menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Nilai-nilai integritas dan kejujuran harus menjadi dasar dalam setiap pengambilan keputusan publik.
Dengan demikian, pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara optimal.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

