
Repelita Yogyakarta - Dokter Tifauzia Tyassuma yang belakangan dikenal luas karena kritik tajamnya terhadap dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi ternyata merupakan kader Muhammadiyah sejak kecil.
Ia mengungkap latar belakang kekaderannya melalui unggahan berjudul Catatan Kecil dari Jogjakarta “Sang Surya yang Tetap Bersinar” yang diposting pada Sabtu 6 Desember 2025.
Dalam perjalanan singkat ke Yogyakarta untuk urusan keluarga, langkah Dokter Tifa terhenti di depan SD Muhammadiyah 1 Bausasran, sekolah dasar tempat ia menimba ilmu selama enam tahun masa kecil.
Sekolah yang didirikan tahun 1917 itu hanya beberapa tahun setelah berdirinya organisasi Muhammadiyah, menjadi saksi bisu perjalanan pendidikan Islam modern di tanah air.
Bangunan yang dulu megah bergaya kolonial Belanda kini sudah berganti wajah setelah hancur akibat gempa besar Yogyakarta tahun 2006.
Namun getar sejarah dan nilai-nilai yang ditanamkan tetap hidup kuat di sanubari para alumninya.
Di antara ribuan murid yang pernah duduk di bangku sekolah itu, salah satu yang paling termasyhur adalah KH AR Fachruddin, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikenal bersahaja dan penuh hikmah.
Menyadari pernah belajar di tempat yang sama dengan tokoh besar tersebut membuat Dokter Tifa merasa terhubung oleh benang merah sejarah yang tak terlihat.
Saat kecil, ia sering menatap langit-langit kelas dengan kasau kayu jati bertuliskan angka 1917, merasa kecil di hadapan bangunan yang sudah berdiri jauh sebelum dirinya lahir.
Gempa 2006 memang merobohkan tembok-tembok tua itu, tapi kenangan dan semangat yang ditanam justru semakin kokoh di hati.
Di halaman sekolah yang kini baru, ia sempat berbincang dengan kepala sekolah Ibu Supartiningsih sambil mendengar suara latihan marching band dari kejauhan.
Sekilas, bayangan masa kecilnya kembali hidup ketika ia masih menjadi majorette marching band SD Muhammadiyah pada era 1980-an dengan seragam gagah dan tongkat komando di tangan.
Sepanjang perjalanan pulang, tanpa sengaja ia kembali menyanyikan Mars Sang Surya, lagu pertama yang dihafalnya tanpa pernah lupa satu bait pun.
Lagu itu bukan sekadar hafalan sekolah, melainkan simpul memori tentang optimisme, keberanian, dan keyakinan bahwa kebenaran tidak perlu berteriak keras untuk tetap berdiri tegak.
Dokter Tifa mengaku suaranya bergetar saat menyanyikannya lagi, penuh haru sekaligus bangga menjadi bagian dari entitas besar bernama Muhammadiyah.
Kunjungan singkat itu baginya bukan nostalgia kosong, melainkan pengingat diam bahwa nilai-nilai kejujuran dan keberanian yang ditanam sejak kecil tidak pernah pudar walau gedung runtuh atau zaman berganti.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

