Repelita Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara terbuka menyampaikan ketidaksukaannya terhadap praktik utang yang berlebihan dalam pengelolaan anggaran negara.
Di tengah sikap tersebut, Purbaya justru menyoroti pencapaian positif dari kinerja Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia yang dinilainya mencerminkan kepercayaan pasar global yang semakin kuat.
Ia mengumumkan bahwa yield SBN tenor 10 tahun telah turun signifikan dari 6,97 persen menjadi 6,09 persen.
Angka tersebut disebut sebagai yang terendah yang pernah ia ketahui, dan menjadi sinyal positif atas biaya modal yang semakin murah.
Yield (SBN 10 tahun) 6,09 persen, mungkin terendah sepanjang yang saya tahu. Ini artinya cost of capital untuk keuangan lebih murah dibanding sebelumnya. Ini menggambarkan orang lebih percaya ke bond kita, ujar Purbaya dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Selasa, 14 Oktober 2025.
Selain penurunan yield, Purbaya juga menyoroti menyempitnya selisih antara yield SBN Indonesia dan US Treasury yang kini berada di bawah 100 basis point.
Menurutnya, hal tersebut menunjukkan bahwa risiko kurs dan risiko negara Indonesia semakin terkelola dengan baik.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa Kementerian Keuangan tetap harus waspada terhadap dinamika utang negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Suminto, sebelumnya melaporkan bahwa posisi utang Indonesia per Juni 2025 mencapai Rp9.138 triliun.
Jumlah tersebut sedikit menurun dibandingkan posisi Mei 2025, namun masih lebih tinggi dibandingkan akhir tahun sebelumnya.
Berdasarkan komposisi, utang dalam bentuk SBN mengalami penurunan, sementara pinjaman justru mengalami kenaikan tipis.
Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia saat ini berada di angka 39,86 persen per Juni 2025.
DJPPR Kemenkeu menyatakan bahwa rasio tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Purbaya menegaskan bahwa dengan biaya modal yang semakin murah berkat penurunan yield SBN, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih luas untuk membiayai pembangunan.
Ia menyebut bahwa hal ini dapat dilakukan tanpa harus memberikan tekanan berlebih terhadap kas negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok