Repelita Jakarta - Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh tiga anggota TNI AL terlibat dalam kasus pembunuhan bos rental mobil.
Majelis Hakim Kasasi memutuskan untuk memberatkan dua terdakwa dengan kewajiban membayar restitusi senilai Rp576 juta kepada keluarga korban.
Dua terdakwa yang diwajibkan membayar restitusi tersebut adalah Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu Akbar Adli.
Sementara Sersan Satu Rafsin Hermawan tidak dibebani kewajiban pembayaran restitusi dalam putusan akhir ini.
Amar putusan kasasi bernomor 213 K/MIL/2025 secara resmi menolak permohonan kasasi para terdakwa.
Putusan tersebut juga memuat perbaikan pidana dan pembayaran restitusi yang harus dipenuhi oleh terpidana.
Brigjen TNI Hidayat Manao memimpin majelis hakim yang mengeluarkan putusan pada 2 September 2025.
Dua hakim anggota yang turut menandatangani putusan adalah Brigjen TNI Tama Ulinta Br Tarigan dan Sugeng Sutrisno.
Masa pidana penjara untuk Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli dikurangi dari seumur hidup menjadi 15 tahun penjara.
Sementara hukuman bagi Rafsin Hermawan dikurangi dari empat tahun menjadi tiga tahun penjara.
Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo dijatuhi pidana penjara 15 tahun dan dipecat dari dinas militer.
Ia juga diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp209.633.500 kepada keluarga Ilyas Abdurrahman.
Tambahan restitusi sebesar Rp146.354.200 harus dibayarkan kepada korban luka bernama Ramli.
Sersan Satu Akbar Adli menerima hukuman pidana 15 tahun penjara dan pemecatan dari dinas militer.
Kewajiban restitusinya sebesar Rp147.133.500 untuk keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp73.177.100 untuk Ramli.
Pembayaran restitusi wajib dilunasi paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Oditur Militer akan memberikan peringatan tambahan 14 hari jika kewajiban tidak dipenuhi.
Harta kekayaan terpidana dapat disita dan dilelang jika tetap tidak memenuhi kewajiban restitusi.
Pidana kurungan tiga bulan mengancam terpidana jika harta kekayaan tidak cukup untuk membayar restitusi.
Sersan Satu Rafsin Hermawan hanya dijatuhi pidana penjara tiga tahun dan pemecatan dari dinas militer.
LPSK menilai putusan ini penting dalam penerapan restitusi di lingkungan peradilan militer.
Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati menyebut putusan ini menempatkan korban sebagai subjek hukum yang harus dipulihkan.
Ia menilai restitusi yang diwajibkan menunjukkan pengakuan terhadap pemulihan korban sebagai bagian keadilan substantif.
Putusan ini dinilai menguatkan asas tanggung jawab pelaku terhadap akibat hukum dari tindakannya.
Paradigma pemidanaan di Indonesia dianggap bergeser dari sekadar menghukum menuju pemulihan korban.
Mahkamah Agung dinilai telah berpijak pada prinsip keadilan restoratif melalui putusan ini.
(*)
Editor: 91224 R-ID Elok