Repelita Jakarta - Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menyoroti potensi gagal bayar utang pemerintah Indonesia dalam tiga tahun terakhir.
Ia menyebut hal itu sudah diperhatikan Presiden Prabowo Subianto sebelum memulai masa pemerintahannya.
Menurut Yanuar, Prabowo membaca bahwa untuk mengantisipasi jatuh tempo utang selama tiga tahun berturut-turut, perlu dilakukan komunikasi strategis dengan pasar.
Menurutnya, Prabowo berupaya membangun jejaring untuk berinteraksi dengan lembaga multilateral, khususnya IMF, agar pengelolaan utang bisa lebih terkendali.
“Saya harus bisa berkomunikasi dengan lembaga market. Market ini siapa market makernya? Market makernya non state, actor non state. Actore ini di mana? Adanya di lembaga multilateral,” ucap Yanuar dikutip dari Instagram @satoe_indonesia, Kamis, 11 September 2025.
Di masa awal pemerintahannya, saat Prabowo belum menentukan Menteri Keuangan, IMF menunjuk Sri Mulyani sebagai Ketua Review Bretton Woods.
Yanuar menilai penunjukan itu merupakan sinyal penting yang diterima Prabowo.
Menurutnya, Prabowo bersikap pragmatis dengan menunjuk Sri Mulyani sebagai Menkeu untuk mencegah risiko gagal bayar utang.
Tiga tahun ke depan menjadi periode krusial bagi Indonesia, karena jika tidak dikelola dengan baik, bisa menimbulkan krisis serupa yang dialami Argentina dan Meksiko pada tahun 1980.
Argentina dan Meksiko saat itu gagal membayar bunga utang, kemudian disusul gagal membayar pokoknya.
“Dimulai tahun 78 gagal bayar bunganya, surat utang. Tahun 80 gagal bayar pokoknya,” jelas Yanuar.
Ia menekankan periode 2025, 2026, dan 2027 sebagai ujian berat bagi stabilitas keuangan negara.
Menurut Yanuar, siapa pun menterinya, termasuk Sri Mulyani Indrawati, persoalan ini tetap ada dan harus diantisipasi.
“Maksud saya kita fair saja. Kita harus mencegah yang terjadi namanya hentakan besar karena kita gagal bayar di surat utang,” tandasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok