Repelita Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah pelaksanaannya di sejumlah daerah menimbulkan kasus keracunan massal.
Ribuan siswa dilaporkan mengalami gejala sakit usai mengonsumsi makanan dari program tersebut.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Kawendra Lukistian, menyampaikan keyakinannya bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG.
Ia menekankan bahwa program besar seperti ini pasti menghadapi tantangan, namun hal itu bukan alasan untuk dihentikan.
Menurut Kawendra, evaluasi harus dilakukan agar permasalahan bisa diselesaikan tanpa mengorbankan keberlangsungan program. Ia mencontohkan, jika ada kerusakan pada mesin atau awak kapal, maka yang perlu dilakukan adalah memperbaiki, bukan membakar atau menenggelamkan kapalnya.
Hal itu disampaikan Kawendra dalam keterangannya pada Minggu, 28 September 2025.
Ia menambahkan bahwa hingga saat ini penerima manfaat MBG sudah mencapai 22,7 juta anak di berbagai wilayah Indonesia. Jumlah tersebut akan terus meningkat hingga menjangkau seluruh anak di tanah air.
Kawendra menilai program ini memiliki dampak positif bagi kesehatan dan asupan gizi anak sehingga harus tetap dijalankan.
Meski prihatin atas insiden keracunan, Kawendra tetap optimistis bahwa pemerintah akan melakukan perbaikan.
Ia menegaskan program ini baik dan perlu dilanjutkan agar anak-anak Indonesia bisa tumbuh dengan sehat. Menurutnya, dengan pengawasan lebih ketat, permasalahan yang ada bisa diminimalisasi.
Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian yang menyebabkan ribuan siswa keracunan.
Dalam konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat, 26 September 2025, ia mengakui adanya kelalaian pengawasan dari pihak BGN.
Data BGN mencatat terdapat 70 kasus keracunan dengan total 5.914 orang terdampak di berbagai daerah.
Nanik menjelaskan bahwa meskipun terdapat tim di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terdiri dari kepala unit, ahli gizi, dan akuntan, namun kesalahan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada mereka.
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab utama ada pada BGN sebagai pengawas utama.
Kelalaian pengawasan diakui menjadi penyebab terjadinya insiden tersebut. Ia menambahkan bahwa faktor eksternal juga berperan, seperti adanya siswa yang memiliki alergi terhadap menu tertentu.
Kendati demikian, BGN memastikan akan bertanggung jawab penuh. Seluruh biaya pengobatan bagi korban keracunan akibat MBG akan ditanggung oleh BGN sebagai bentuk komitmen terhadap keselamatan masyarakat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok