Repelita Jakarta - Sejumlah wakil menteri di kabinet Presiden Prabowo Subianto masih enggan melepas jabatan ganda mereka sebagai komisaris di berbagai perusahaan BUMN meskipun Mahkamah Konstitusi telah menegaskan larangan rangkap jabatan.
Total ada 34 orang wakil menteri yang hingga kini belum juga menunjukkan tanda-tanda mundur meski putusan Mahkamah Konstitusi melalui Nomor 80/PUU-XVII/2019 sudah secara tegas melarang rangkap jabatan menteri maupun wakil menteri.
Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin meminta agar para wakil menteri tersebut menunjukkan sikap sukarela dengan memilih salah satu posisi, apakah tetap menjabat sebagai wakil menteri atau memilih kursi komisaris.
Menurut Khozin, sudah semestinya putusan MK tersebut menjadi rujukan bagi Menteri BUMN Erick Thohir dalam menempatkan posisi komisaris di lingkungan BUMN agar tidak menabrak aturan perundang-undangan.
Ia menekankan Mahkamah Konstitusi sudah jelas menempatkan kedudukan wakil menteri sejajar dengan menteri sehingga seluruh larangan rangkap jabatan juga berlaku sama, termasuk menduduki kursi komisaris di perusahaan milik negara.
Putusan MK tersebut juga kembali dipertegas dalam uji materi Undang-Undang Kementerian Negara melalui putusan Nomor 21/2025, yang pada intinya tetap mengacu pada larangan rangkap jabatan bagi pejabat negara di level menteri maupun wakil menteri.
Meski demikian, Ketua MPR Ahmad Muzani memberikan tanggapan berbeda dengan menyebut larangan rangkap jabatan tersebut hanya sekadar pertimbangan hukum dan bukan keputusan mutlak yang harus dilaksanakan pemerintah.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra tersebut berdalih bahwa pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kekuatan mengikat yang mewajibkan pejabat negara, dalam hal ini para wakil menteri, untuk tunduk sepenuhnya pada larangan tersebut.
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto berulang kali menyinggung soal praktik keserakahan yang menjadi akar ketimpangan dalam tatanan ekonomi nasional yang kemudian ia sebut sebagai serakahnomics.
Ekonom dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai istilah serakahnomics yang dilontarkan Presiden Prabowo adalah bentuk kritik keras pada perilaku penyimpangan dalam tata kelola ekonomi dan pemerintahan yang menghalalkan rangkap jabatan demi keuntungan ganda.
Menurut Syafruddin, praktik tersebut justru berpotensi melanggengkan budaya rente, menormalisasi penyalahgunaan jabatan publik, hingga memupuk loyalitas politik di ruang yang seharusnya steril dari kepentingan pribadi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok