Repelita Bangkok - Konflik bersenjata yang kembali meletus di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja memunculkan pertanyaan besar mengapa jumlah korban tewas dari pihak Thailand justru lebih banyak meski kekuatan militernya dianggap lebih unggul.
Sejak ledakan ranjau di perbatasan pada Kamis lalu, bentrokan terbuka tak terhindarkan dan mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa dari kedua belah pihak.
Pejabat Kamboja melaporkan total 12 orang tewas, terdiri dari tujuh warga sipil dan lima tentara, sedangkan Thailand kehilangan lebih banyak, yakni 19 orang dengan rincian 13 warga sipil termasuk anak-anak serta enam anggota militer.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya karena Thailand memiliki peralatan tempur lebih modern, termasuk jet tempur F-16 yang dikerahkan untuk menggempur beberapa titik di Kamboja.
Namun serangan balasan Kamboja dinilai efektif dengan menargetkan kawasan padat penduduk di dekat perbatasan.
Serangan roket jarak jauh yang diluncurkan Kamboja disebut memukul pertahanan Thailand hingga memaksa puluhan ribu warga sipil mengungsi ke 300 pusat evakuasi darurat.
Selain faktor geografis, medan di sekitar perbatasan yang dipenuhi hutan dan ladang ranjau membuat pasukan darat Thailand kesulitan melakukan manuver.
Di sisi lain, Kamboja memanfaatkan posisi bertahan dengan memusatkan pertahanan di sekitar wilayah Preah Vihear yang menjadi sengketa.
Penggunaan senjata seperti bom tandan yang dituduhkan Kamboja kepada Thailand juga semakin memicu eskalasi karena menimbulkan korban sipil di kedua sisi.
Sementara Dewan Keamanan PBB telah menggelar pertemuan tertutup di New York pada Jumat malam waktu setempat, namun belum ada kesepakatan untuk menekan kedua negara menghentikan kontak senjata.
Hingga kini ribuan warga Thailand maupun Kamboja masih berada di pengungsian sambil menanti situasi membaik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok