Repelita Jakarta - Polemik terbaru terkait kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat kini memancing sorotan publik, terutama setelah muncul pernyataan keras dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang kembali viral.
Kesepakatan tersebut menyinggung peluang Amerika Serikat memiliki akses pada data pribadi warga negara Indonesia melalui skema transfer data lintas negara yang tercantum dalam poin kesepakatan dagang kedua negara.
Dalam dokumen resmi Gedung Putih, disebutkan Indonesia akan memberikan kepastian soal kemampuan memindahkan data pribadi ke Amerika Serikat dengan jaminan perlindungan sesuai peraturan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia sendiri sebelumnya telah memiliki payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang berlaku mulai Oktober 2024, meski hingga kini pelaksanaannya masih menunggu pembentukan badan otoritas pengawas.
Poin paling krusial tertuang dalam Pasal 56 UU PDP.
1. Pengendali Data Pribadi dapat melakukan transfer Data Pribadi kepada pengendali atau prosesor di luar wilayah Indonesia sesuai ketentuan undang-undang.
2. Pengendali Data Pribadi wajib memastikan negara penerima data memiliki perlindungan yang setara atau lebih tinggi.
3. Jika tidak terpenuhi, maka harus ada perlindungan memadai dan bersifat mengikat.
4. Jika syarat itu pun tidak terpenuhi, transfer data hanya dapat dilakukan dengan persetujuan subjek data pribadi.
5. Ketentuan teknis diatur lebih lanjut lewat Peraturan Pemerintah.
Sementara itu, publik semakin gaduh usai beredarnya video lama Donald Trump yang menyebut bahwa banyak negara rela 'mencium pantatnya' untuk mendapat keringanan tarif dagang dari Amerika Serikat.
Dalam rekaman pidato pada acara National Republican Congressional Committee di Washington, Trump mengaku para pemimpin dunia rela merendah demi kesepakatan dengan pemerintahannya.
"Mereka benar-benar sekarat untuk membuat kesepakatan. Tolong, Tuan, saya akan lakukan apa saja," kata Trump, disambut gelak tawa hadirin.
Pernyataan ini kini ditafsirkan banyak pihak sebagai sindiran keras di tengah isu penyerahan akses data warga RI ke negeri Paman Sam sebagai bagian kompromi dagang.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Istana tentang bagaimana mekanisme pengawasan transfer data ke luar negeri tersebut akan dijalankan agar sejalan dengan UU PDP.
Di sisi lain, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 juga mewajibkan data publik disimpan di server di Indonesia, sehingga pengiriman data pribadi ke luar wilayah hukum RI tidak bisa dilakukan sembarangan.
Isu ini kini menjadi sorotan publik dan diprediksi memengaruhi dinamika hubungan dagang Indonesia-Amerika Serikat ke depan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.