Repelita Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat kembali menyoroti dugaan kenaikan tarif listrik setelah berakhirnya program diskon 50 persen dari PT PLN (Persero).
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam, mempertanyakan secara langsung kepada Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengenai lonjakan tagihan listrik yang dirasakan masyarakat.
Mufti mengungkapkan kegelisahannya atas kenaikan tagihan yang mencapai 30 hingga 50 persen pasca program diskon selesai.
Ia mempertanyakan apakah PLN berperan sebagai pelindung rakyat atau justru merugikan masyarakat melalui kenaikan tersebut.
Hal itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Mufti menyebutkan bahwa masyarakat kini merasa khawatir dan stres akibat tagihan listrik yang terus membengkak setelah subsidi dicabut.
Ia mendesak PLN untuk memberikan penjelasan yang transparan dan jujur agar tidak menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
Politikus PDI Perjuangan tersebut menekankan bahwa banyak warga yang merasakan langsung kenaikan signifikan pada tagihan listriknya.
Ia menegaskan agar PLN tidak menutupi fakta jika memang terjadi kenaikan tarif listrik secara nyata.
Dalam kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya, kenaikan tarif listrik walau sedikit saja sangat membebani masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.
Mufti mengingatkan pentingnya kejujuran dan empati dalam mengelola tarif listrik agar tidak menimbulkan keresahan yang berkepanjangan.
Keluhan masyarakat atas tagihan listrik yang membengkak memang banyak beredar di media sosial sejak program diskon 50 persen berakhir pada Februari 2025.
Sejumlah akun pengguna listrik mengaku tagihan mereka naik dua kali lipat bahkan saat penggunaan listrik justru berkurang.
PT PLN melalui Vice President Komunikasi Korporat, Grahita Muhammad, menjelaskan bahwa lonjakan tagihan biasanya disebabkan oleh pola pemakaian listrik yang meningkat.
Grahita juga mengingatkan bahwa sejak Maret 2025, diskon listrik 50 persen telah resmi berakhir dan tarif listrik kembali pada harga normal sesuai regulasi pemerintah.
Ia menegaskan bahwa tarif listrik untuk kuartal kedua tahun 2025 tidak mengalami perubahan dibanding kuartal pertama.
Kebijakan tersebut diambil untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing sektor usaha.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa tarif listrik untuk berbagai golongan pelanggan nonsubsidi dan bersubsidi tetap stabil pada kuartal II-2025.
Pemerintah secara resmi mengakhiri periode diskon pada 28 Februari 2025 dan mulai Maret tarif listrik sudah kembali normal.
Tarif listrik bagi pelanggan rumah tangga dengan daya sampai 2.200 VA sudah disesuaikan sejak awal Maret dan berlanjut hingga kuartal kedua tahun ini.
Berikut daftar tarif listrik nonsubsidi yang berlaku mulai April hingga Juni 2025 sesuai golongan pelanggan:
1. Rumah tangga kecil 900 VA tarif Rp 1.352 per kWh.
2. Rumah tangga kecil 1.300 VA tarif Rp 1.444,70 per kWh.
3. Rumah tangga kecil 2.200 VA tarif Rp 1.444,70 per kWh.
4. Rumah tangga menengah 3.500-5.500 VA tarif Rp 1.699,53 per kWh.
5. Rumah tangga besar 6.600 VA ke atas tarif Rp 1.699,53 per kWh.
6. Bisnis menengah 6.600 VA hingga 200 kVA tarif Rp 1.444,70 per kWh.
7. Bisnis besar di atas 200 kVA tarif Rp 1.114,74 per kWh.
8. Industri skala menengah di atas 200 kVA tarif Rp 1.114,74 per kWh.
9. Industri besar 30.000 kVA ke atas tarif Rp 996,74 per kWh.
10. Kantor pemerintah sedang 6.600 VA hingga 200 kVA tarif Rp 1.699,53 per kWh.
11. Kantor pemerintah besar di atas 200 kVA tarif Rp 1.522,88 per kWh.
12. Penerangan jalan umum di atas 200 kVA tarif Rp 1.699,53 per kWh.
13. Layanan khusus tarif Rp 1.644,52 per kWh.
(*)
Editor: 91224 R-ID Elok