Repelita Jakarta - Letjen Kunto Arief Sutrisno dimutasi dari jabatannya sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan).
Hal tersebut menimbulkan banyak spekulasi.
Pasalnya, Kunto Arief merupakan putra dari mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Try Sutrisno.
Try Sutrisno diketahui menjadi bagian dari Forum Purnawirawan TNI-POLRI yang mendesak agar Gibran Rakabuming Raka mundur dari jabatan sebagai Wakil Presiden.
Mantan Sekretaris BUMN, Muhammad Said Didu, menjadi salah satu tokoh yang menyoroti pencopotan tersebut.
Ia mempertanyakan apakah hal itu mencerminkan ketidakberdayaan Presiden Prabowo menghadapi kekuatan politik tertentu yang disebutnya sebagai Geng Solo.
“Fakta Presiden Prabowo tidak berkutik menghadapi Geng Solo?” tulis Said Didu dalam akun X miliknya, Kamis 1 Mei 2025.
Meski tidak merinci siapa yang dimaksud, istilah Geng Solo selama ini kerap dilekatkan pada lingkaran kekuasaan Presiden sebelumnya, Joko Widodo.
Kunto Arief diketahui baru menjabat sebagai Pangkogabwilhan sejak Januari 2025.
Artinya, jabatan tersebut hanya diemban selama kurang lebih empat bulan.
Pencopotan Kunto Arief tercantum dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/554/IV/2025 tertanggal 29 April 2025.
Keputusan itu mengatur penghentian dari dan penempatan dalam jabatan di lingkungan TNI.
Menanggapi polemik tersebut, pakar telematika sekaligus pengamat politik, Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, menyampaikan analisisnya secara khusus kepada Repelita.
Ia menyatakan bahwa pencopotan terhadap Letjen Kunto Arief memang terkesan janggal dan menimbulkan pertanyaan besar.
Menurut Roy, keputusan tersebut perlu dikaji secara mendalam karena bisa berkaitan dengan dinamika politik yang sedang terjadi.
"Perlu diingat, ini bukan hanya soal mutasi jabatan biasa. Ada aspek politis yang patut dicermati karena menyangkut nama besar seperti Try Sutrisno," ujar Roy.
Roy juga menyoroti waktu keputusan tersebut yang keluar bersamaan dengan memuncaknya tekanan terhadap Wapres Gibran.
"Timing-nya menarik. Ada korelasi antara gelombang desakan pemakzulan dan mutasi Letjen Kunto yang notabene anak dari tokoh yang ikut dalam desakan tersebut," tambahnya.
Ia mengingatkan agar TNI tetap dijaga netralitasnya dan tidak digunakan sebagai alat politik kekuasaan.
"Netralitas TNI harus dijaga. Jangan sampai publik melihat ada aroma penggiringan agenda tertentu di balik mutasi ini," tegasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok