Jokowi Tertangkap Gunakan Mobil Nunggak Pajak, Publik Soroti Keteladanan dan Etika Seorang Pemimpin

 

Repelita, Jakarta - Kamis pagi, 1 Mei 2025, publik dikejutkan dengan informasi bahwa kendaraan Toyota Kijang Innova hitam yang digunakan oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), saat melapor ke Polda Metro Jaya ternyata menunggak pajak lebih dari Rp6,3 juta. Tunggakan tersebut terdiri dari denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), yang telah terbayarkan pada 1 Mei 2025.

Kendaraan dengan nomor polisi B 2329 SXI ini terdaftar atas nama PT Indonesia Berlian Yasawirya, perusahaan yang dimiliki oleh putri Jokowi, Kahiyang Ayu. Meskipun pada 1 Mei 2025 pajak kendaraan itu telah dilunasi dan statusnya aktif hingga 3 Maret 2026, masalah ini tetap memicu sorotan tajam dari publik, terutama terkait simbol etika dan moralitas.

Pada 30 April 2025, Jokowi mengunjungi Polda Metro Jaya untuk melaporkan dugaan fitnah ijazah palsu yang mencuat. Namun, sorotan publik malah lebih terfokus pada kendaraan yang digunakannya. Kendaraan yang seharusnya mencerminkan keteladanan seorang tokoh publik justru menjadi sorotan karena ketidakpatuhan administratif.

Sugiyanto Emik, seorang pengamat etika publik, menanggapi kejadian ini dengan mengatakan, "Ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi juga etika. Sebagai seorang tokoh publik, Jokowi harus memberikan contoh yang lebih baik, terutama dalam hal keteladanan. Meskipun kendaraan itu telah dilunasi pajaknya, simbol yang tercipta justru berbalik merugikan."

Sugiyanto menekankan bahwa meskipun tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi, kelalaian administratif semacam ini tetap menurunkan citra seorang pemimpin yang seharusnya menjadi contoh baik dalam hal kepatuhan terhadap aturan.

Meskipun kejadian ini mungkin terlihat kecil, dalam dunia politik, setiap simbol yang melekat pada seorang pemimpin sangat diperhatikan. Dalam hal ini, penggunaan kendaraan yang menunggak pajak menciptakan citra buruk tentang ketidakdisiplinan, sesuatu yang seharusnya tidak terjadi pada sosok yang memiliki peran besar dalam membentuk kebijakan publik.

Kahiyang Ayu, yang juga menjabat sebagai direktur PT Indonesia Berlian Yasawirya, seharusnya bertanggung jawab penuh atas administrasi pajak perusahaan tersebut, termasuk kendaraan yang digunakan oleh orangtuanya. Sebagai pemegang saham mayoritas, Kahiyang diharapkan untuk menjaga integritas administratif.

Meskipun kendaraan ini telah dilunasi pajaknya pada tanggal 1 Mei 2025, dan statusnya aktif hingga 3 Maret 2026, hal ini masih menimbulkan perbincangan luas karena melibatkan simbol keteladanan seorang mantan presiden. Dalam politik, simbol tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan tetapi juga dengan tanggung jawab moral seorang pemimpin terhadap rakyatnya.

Sugiyanto menambahkan bahwa tindakan cepat dalam melunasi pajak adalah langkah positif, namun tindakan tersebut tidak serta-merta menghapus dampak simbolik yang ditimbulkan oleh kejadian ini. Untuk mengembalikan citra dan kredibilitas, para pemimpin publik diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam menjaga integritas dan kepatuhan administratif.

Sementara itu, dalam laporan terkait dengan kendaraan yang digunakan oleh Jokowi, pihak Polda Metro Jaya tidak menemukan masalah hukum apapun mengenai penggunaan kendaraan yang terdaftar atas nama perusahaan tersebut. Meskipun demikian, sorotan tetap terfokus pada bagaimana keteladanan seorang tokoh publik diuji dalam hal-hal administratif yang terkadang dianggap sepele oleh sebagian orang.

Tindakan Jokowi untuk segera melunasi pajak kendaraan tersebut dapat dianggap sebagai respons positif, namun pesan yang tersampaikan kepada publik seharusnya lebih dari sekadar pembayaran pajak. Keteladanan tidak hanya dilihat dari aspek besar, tetapi juga dari kesungguhan dalam menjalankan tanggung jawab kecil yang dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap seorang pemimpin.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga