Repelita Magelang - Sebuah video yang memperlihatkan pembangunan eskalator di kawasan Candi Borobudur, Magelang, menjadi sorotan publik.
Dalam narasi video yang beredar di media sosial, disebutkan bahwa eskalator tersebut dipasang menjelang kunjungan presiden pada 29 Mei 2025.
Akun yang mengunggah video itu menyebutkan bahwa pemasangan eskalator tidak pantas dilakukan di kawasan sejarah berusia lebih dari 1.200 tahun.
Disebutkan pula bahwa struktur Candi Borobudur yang terdiri dari batu-batu kuno sangat sensitif terhadap getaran dan perubahan fisik.
Penggunaan alat mekanis seperti eskalator dinilai berpotensi merusak struktur bangunan serta mengganggu kestabilan fondasi candi.
Selain itu, proyek semacam ini dikhawatirkan membutuhkan penyesuaian besar di area sekitar, yang bisa berdampak pada keaslian fisik warisan budaya tersebut.
Candi Borobudur merupakan warisan dunia UNESCO yang harus dijaga dengan prinsip konservasi ketat dan tidak boleh mengalami perubahan signifikan.
Menanggapi polemik tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi memberikan penjelasan terkait pemasangan fasilitas tersebut.
Ia menyampaikan bahwa pemasangan stair lift atau alat bantu naik bersifat nonpermanen itu merupakan bagian dari persiapan kunjungan Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Fasilitas tersebut disiapkan pemerintah untuk mempermudah akses tamu negara yang dijadwalkan hadir pada akhir Mei ini.
Selain berkunjung ke Candi Borobudur, Macron juga akan menyambangi Akademi Militer di Magelang.
Hasan menekankan bahwa kunjungan Macron sangat penting dalam konteks hubungan bilateral Indonesia dan Prancis.
Oleh karena itu, pemerintah ingin memastikan kepala negara tamu dapat menikmati situs warisan budaya itu dengan baik, meski dalam waktu terbatas.
“Borobudur itu tingginya setara gedung 12 lantai, jadi perlu akses yang memadai untuk efisiensi waktu,” jelas Hasan.
Ia menyebutkan dua sarana yang disiapkan, yakni ramp atau jalur landai hingga lantai empat, serta stair lift yang dipasang di sisi tangga untuk menjangkau tingkat lebih tinggi.
Seluruh pemasangan, kata Hasan, dilakukan dengan prinsip pelestarian yang sangat ketat dan diawasi langsung oleh Kementerian Kebudayaan.
Tidak ada proses pengeboran atau penggunaan paku dalam pembangunan alat bantu tersebut.
“Strukturnya hanya didudukkan, bukan dibor atau dipaku. Sehingga bisa dibongkar dengan mudah setelah kunjungan selesai,” ujar Hasan.
Ia menambahkan bahwa semua tahapan sudah melalui prosedur konservasi sesuai ketentuan warisan budaya.
Penjelasan ini disampaikan untuk meredam kekhawatiran publik yang menganggap langkah tersebut berpotensi merusak Candi Borobudur.
Sebagai informasi, Candi Borobudur dibangun sekitar abad ke-8 hingga ke-9 Masehi pada masa Dinasti Syailendra di Jawa Tengah.
Kini, monumen tersebut berdiri kokoh selama lebih dari seribu tahun sebagai salah satu peninggalan Buddha terbesar di dunia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok