Magelang, 5 Desember 2024 – Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana Habiburrahman, menghadapi gelombang kecaman publik setelah video dirinya menghina seorang pedagang es teh bernama Sunhaji viral di media sosial. Dalam video tersebut, Miftah terlihat melontarkan ucapan yang dinilai merendahkan dari atas panggung saat berdakwah di Magelang.
"Es tehmu sih akeh (masih banyak)? Ya, sana jual goblok. Jual dulu, nanti kalau belum laku, ya sudah, takdir," ujar Miftah dalam video tersebut. Ucapan itu memancing gelak tawa dari orang-orang di sekitarnya, sementara Sunhaji hanya berdiri terdiam tanpa membalas.
Setelah video itu viral, gelombang kritik mengalir deras di media sosial. Warganet mengecam tindakan tersebut dan menuntut permintaan maaf dari Miftah. Akhirnya, Miftah membuat video klarifikasi untuk menyampaikan penyesalan atas perbuatannya.
"Saya Miftah Maulana Habiburrahman, dengan kerendahan hati, saya meminta maaf atas kekhilafan saya. Saya memang sering bercanda dengan siapa pun," ungkap Miftah dalam videonya. "Atas candaan kepada yang bersangkutan, saya akan meminta maaf secara langsung dan berharap pintu maaf dibukakan untuk saya."
Permintaan maaf Miftah muncul setelah Presiden Prabowo Subianto, melalui Sekretaris Kabinet (Seskab) Mayor Teddy Indra Wijaya, memberikan teguran keras. Mayor Teddy menyampaikan bahwa Presiden meminta Miftah untuk segera meminta maaf kepada Sunhaji.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, juga mengonfirmasi bahwa Presiden Prabowo sangat menyayangkan kejadian tersebut. Menurut Hasan, Presiden selalu menekankan pentingnya menjaga adab dan menghormati semua golongan, termasuk pedagang kecil yang berjuang mencari nafkah.
"Mereka yang bekerja keras mencari rezeki halal untuk keluarga adalah sosok yang dihormati Presiden," ujar Hasan. Ia juga memastikan bahwa Miftah telah menemui Sunhaji secara langsung di Desa Banyusari, Kecamatan Grabak, Kabupaten Magelang, untuk menyampaikan permintaan maaf.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, menilai insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi para pendakwah. Ia mengingatkan bahwa kata-kata yang disampaikan di mimbar dakwah harus membawa manfaat dan mengedukasi, bukan mencederai.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Zainut Tauhid Saadi, menambahkan bahwa ceramah harus dilakukan dengan santun, bijak, dan menghormati etika. "Meskipun maksudnya untuk bercanda, tetap harus menjaga norma-norma susila dan tidak merendahkan martabat orang lain," ujar Zainut.
Insiden ini menjadi pengingat penting bagi pejabat publik, termasuk tokoh agama, untuk berhati-hati dalam berbicara dan bertindak di hadapan masyarakat.(*)
Editor: Elok WA R-ID