Paris, 5 Desember 2024 – Perdana Menteri Prancis, Michel Barnier, mengumumkan pengunduran dirinya setelah pemerintahannya digulingkan melalui pemungutan suara mosi tidak percaya yang diajukan oleh anggota parlemen dari kelompok sayap kiri dan kanan ekstrem. Keputusan ini menandai berakhirnya masa jabatan yang sangat singkat dalam sejarah kepemimpinan Prancis modern.
Michel Barnier, yang sebelumnya dikenal sebagai negosiator Brexit Uni Eropa, mengundurkan diri sekitar pukul 10 pagi waktu setempat (09:00 GMT), setelah kalah dalam pemungutan suara yang memperburuk ketegangan politik di negara tersebut. Kejatuhan Barnier berakar pada kebijakannya yang berupaya mendorong rancangan anggaran yang kontroversial, yang dianggap tidak bisa diterima oleh parlemen yang terpecah.
Rancangan anggaran tersebut bertujuan untuk mengurangi defisit besar negara dengan penghematan 60 miliar euro. Namun, banyak kelompok, terutama sayap kiri dan kanan ekstrem, menganggap kebijakan tersebut terlalu keras dan merugikan masyarakat pekerja. National Rally, partai sayap kanan ekstrem yang dipimpin oleh Marine Le Pen, mengkritik langkah ini sebagai keputusan yang merugikan kelas pekerja.
Pengunduran diri Barnier semakin memperburuk posisi Presiden Emmanuel Macron, yang dipandang sebagai pemicu krisis politik setelah mengadakan pemilu mendadak pada Juni lalu. Keputusan tersebut kini dianggap salah, karena memperburuk polarisasi politik dan meningkatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahannya. Sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa 64% pemilih menginginkan Macron untuk mengundurkan diri, meskipun ia memiliki mandat hingga 2027.
Krisis politik ini berdampak pada stabilitas ekonomi Prancis, dengan risiko negara menyelesaikan tahun tanpa pemerintahan yang stabil maupun anggaran untuk tahun 2025. Ketidakpastian politik yang berkelanjutan mempengaruhi pasar keuangan dan ekonomi, dengan premi risiko untuk memegang utang Prancis mencapai level tertinggi dalam lebih dari 12 tahun terakhir.
Setelah pengunduran diri Barnier, Presiden Macron berencana menunjuk perdana menteri baru dalam waktu cepat, dengan harapan agar pengangkatan ini bisa dilakukan sebelum upacara pembukaan kembali Katedral Notre-Dame pada hari Sabtu. Namun, tantangan bagi perdana menteri baru tidak akan mudah, mengingat posisi parlemen yang terpecah dan ketidakpastian politik yang berlanjut.
Pemilu baru dijadwalkan setelah Juli 2025, dan ketidakpastian politik yang terus berlangsung diperkirakan akan menekan investasi dan pengeluaran konsumen, memperburuk proyeksi pertumbuhan ekonomi negara.(*)
Editor: Elok WA R-ID