Pelaporan terhadap Said Didu Dinilai Sebagai Kriminalisasi
Pelaporan terhadap aktivis Said Didu dianggap sebagai bentuk kriminalisasi. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya relevansi antara pelapor dan persoalan yang disampaikan terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk sesi 2 (PIK-2).
Advokat Said Didu dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pengurus Pusat Muhammadiyah, Gufroni, menjelaskan bahwa laporan tersebut diajukan ke Polresta Tangerang oleh Maskota, yang juga merupakan Kepala Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang serta Kepala Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.
"Jika dicermati, tidak ada relevansi antara pernyataan Said Didu dengan Maskota," kata Gufroni kepada RMOL pada Selasa, 19 November 2024. Menurut Gufroni, Said Didu tidak pernah sekalipun menyebutkan nama Maskota dalam berbagai pernyataannya mengenai PSN PIK-2.
"Oleh karenanya, sudah barang tentu tidak ada pula kerugian materiil maupun immateriil yang dialami Maskota sebagai pelapor," jelasnya.
Gufroni memandang bahwa Said Didu, yang membela warga pesisir Tangerang yang terdampak PSN PIK-2, sedang mengalami kriminalisasi. Ia menyatakan bahwa hal tersebut adalah upaya untuk menekan pihak-pihak yang memperjuangkan hak-hak masyarakat kecil.
"Itikad buruk tersebut salah satunya dapat dilihat dari ketidakjelasan kedudukan hukum (legal standing) pihak yang diduga sebagai pelapor," tambah Gufroni.
Selain itu, Gufroni mencatat adanya informasi mengenai kecenderungan anti-kritik dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam pembangunan PSN PIK-2. Beberapa pihak tersebut diketahui telah melakukan somasi terhadap media yang melaporkan dampak buruk dari proyek tersebut.
"Kami menduga kuat bahwa proses hukum terhadap Said Didu ini merupakan upaya kriminalisasi guna memuluskan proses pembangunan," kata Gufroni.
Lebih lanjut, Gufroni mengungkapkan temuan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mencatat bahwa kriminalisasi menjadi pola untuk menanggulangi pihak-pihak yang kritis. Berdasarkan temuan tersebut, YLBHI mencatat adanya 43 kasus kriminalisasi sejak kebijakan PSN diimplementasikan.(*)