Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Analis Soroti Sindiran Anggota DPR ke Relawan: Bantuan Rp10 M Dibilang Tak Seberapa, Korporasi Perusak Lingkungan Justru Ditanya Kontribusinya

Repelita - Seorang analis politik dan pembangunan memberikan kritik mendalam terkait penanganan bencana alam yang melanda tiga provinsi di Pulau Sumatera.

Ia melihat bahwa musibah banjir dan tanah longsor itu justru menyulut respons empati yang masif dari publik.

Reaksi spontan warga untuk membantu para korban dinilai sebagai bentuk panggilan nurani kemanusiaan.

Bantuan mengalir baik dari perorangan maupun kelompok, termasuk dari berbagai lembaga sosial dan organisasi berbasis keagamaan.

“Sebuah keterpanggilan empatif. Itulah reaksi berbagai elemen masyarakat saat menjumpai bencana alam.

“Tragedi yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pun memunculkan gerakan empatif kemanusiaan menolong para korban yang lagi nestapa.”

Jenis bantuan yang diberikan beragam, meliputi dana tunai, bahan makanan, serta pakaian layak pakai.

Meski nilai nominalnya berbeda, ia menekankan bahwa semangat solidaritas menjadi inti yang paling utama.

“Empati itu sungguh konstruktif.”

Perhatiannya juga tertuju pada aksi penggalangan dana yang digagas seorang figur muda profesional.

Figur tersebut berhasil menggerakkan jaringan relasinya sehingga terkumpul bantuan sekitar sepuluh miliar rupiah.

“Masyaa Allah.”

Namun ia mengaku bingung melihat respons sinis dari seorang legislator terhadap gerakan sosial tersebut.

Anggota dewan dari partai pemerintah itu menyebut jumlah sumbangan masyarakat tidak ada artinya dibanding anggaran negara.

“Aneh reaksi anggota DPR itu. Memang bantuan Irwandi Cs tak seberapa jika diperbandingkan nilai yang siap dikucurkan pemerintah. Namun, sikap nyinyir itu sungguh tidak proporsional. Harusnya acung jempol.”

Menurutnya, gerakan yang dipelopori tokoh muda itu memiliki dampak penggerak yang luas di masyarakat.

Banyak pihak akhirnya ikut tergerak karena pengaruh dan kredibilitas yang dimiliki penggagas tersebut.

“Tak bisa dipungkiri, itulah pengaruh Irwandy, sosok muda yang magnetik. Begitu dirinya mengajak, banyak elemen tergerak untuk mengikuti ajakannya.”

Di sisi lain, ia mempertanyakan kontribusi perusahaan-perusahaan besar yang mengeruk sumber daya alam di wilayah bencana.

“Kini, dan ini jauh lebih krusial, tampakkah bantuan empatif itu dari sejumlah korporat yang jelas-jelas merupakan biang kerok terjadinya alam yang mengamuk itu? Di mana wajah-wajah Salim Group, Sinar Mas Group, bahkan Luhut Binsar Panjaitan selaku pemilik tambang di sana?”

Para pemilik modal tersebut seharusnya berada di barisan paling depan dalam upaya membantu korban.

“Harusnya mereka tunjukkan sikap proaktif dan menjadi barikade terdepan untuk melakukan donasi terbesar terhadap para korban. Sebab selama ini mereka penikmat terbesar dari kekayaan alam yang dikeruknya.

“Konsekuensinya, sebagai perusak ekosistem, mereka harusnya merupakan pihak yang paling bertanggung jawab.”

Ia memprediksi bahwa konflik sosial akan membuat pemilik lahan enggan mengoperasikan usahanya.

“Jika bentrok sosial itu terjadi, pasti dan pasti, para bandit (penguasa lingkungan) tak akan berani mengerahkan pekerjanya untuk menjalankan tugasnya, terkait olah pertanian ataupun tambang.”

Para pekerja pun diperkirakan akan menolak masuk ke lokasi yang rawan konflik.

“Ribuan ha akan kosong, sepi dari kegiatan bisnis. Para bandit itu akan gigit jari. Akan muncul kesadaran tentang kerugian material karena tiada penghasilan dari lahan yang telah dikuasai selama ini.”

Lahan yang menganggur tersebut seharusnya dapat dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.

“Satu hal yang lebih bermakna, lanjut Agus, pemandangan tanah kosong itu perlu diset up sebagai tanah negara dan dibagikan hak kelolanya kepada rakyat.

“Akan segera hadir perkebunan rakyat atau milik rakyat. Inilah timing yang tepat untuk mengakuisisi lahan yang selama ini dikuasai para bandit lingkungan secara melawan hukum.”

Masyarakat korban bencana memiliki landasan kuat untuk menuntut pertanggungjawaban hukum.

“Para korban berhak secara sosiologis dan hukum untuk menuntut ganti rugi material dan imaterial kepada para korporat. Tindakan ini merupakan langkah hukum yang proporsional.”

Proses hukum perlu disusun secara komprehensif dan transparan.

“Mereka secara administratif perlu menyusun tuntutan material dan imaterial yang dikompilasikan secara prosedural hukum. Semuanya tercatat dan ditindaklanjuti ke ranah hukum.”(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved