
Repelita - Pakar telekomunikasi Roy Suryo menyatakan bahwa kader Partai Solidaritas Indonesia Dian Sandi Utama seharusnya merupakan pihak yang dikenai pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait polemik ijazah Presiden Joko Widodo.
Menurut penilaiannya, pelaporan pasal UU ITE seharusnya tidak ditujukan kepada dirinya maupun dua ahli digital forensik Rismon Sianipar dan Tifauzia Tyassuma yang kerap disapa Dokter Tifa.
Roy Suryo menjelaskan bahwa Dian Sandi merupakan individu pertama yang mengunggah foto ijazah tersebut ke platform media sosial X melalui akun pribadi @DianSandiU pada tanggal 1 April 2025.
Dalam unggahan yang kemudian viral itu, Dian Sandi mengaku memperoleh foto ijazah tersebut dari seorang teman sebelum akhirnya membagikannya kepada publik.
Unggahan inilah yang kemudian menjadi bahan analisis bagi Roy Suryo beserta kedua rekannya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai keaslian dokumen pendidikan tersebut.
Roy Suryo bersama dua koleganya saat ini menghadapi tuntutan berdasarkan Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU ITE, ditambah dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik serta ujaran kebencian.
Mereka terancam hukuman kurungan selama 8 hingga 12 tahun penjara jika dinyatakan bersalah atas berbagai pasal yang dikenakan tersebut.
Roy Suryo menegaskan bahwa ketentuan dalam UU ITE justru seharusnya diterapkan kepada Dian Sandi sebagai pihak yang pertama kali mempublikasikan foto ijazah tersebut sehingga dapat diakses oleh masyarakat luas tanpa izin yang semestinya.
Dia menambahkan bahwa tindakan permintaan izin yang dilakukan oleh Dian Sandi justru dilakukan pada keesokan harinya setelah unggahan tersebut terlebih dahulu tersebar di ranah digital.
Oleh karena itu, Roy Suryo berpendapat bahwa Pasal 32 dan Pasal 35 dalam Undang-Undang ITE semestinya dikenakan secara tepat kepada Dian Sandi Utama sebagai sumber awal penyebaran informasi.
Selain itu, Roy Suryo menyatakan bahwa dirinya bersama dengan Rismon Sianipar dan Dokter Tifa merasa menjadi korban dari proses kriminalisasi yang terjadi dalam kasus ini.
Dia melihat adanya unsur politisasi yang cukup kuat dalam penanganan perkara tersebut sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

