Repelita Papua Pegunungan - Tewasnya Lamek Alipky Taplo, Panglima Kodap XV Ngalum Kupel dari Organisasi Papua Merdeka, menjadi sorotan luas di kalangan masyarakat Papua. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh bersenjata paling dominan di wilayah Pegunungan Bintang.
Lamek dilaporkan tewas dalam sebuah operasi senyap yang dilancarkan oleh personel TNI dari Komando Operasi Swasembada Papua. Operasi tersebut berlangsung intensif di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, pada akhir pekan lalu.
Dalam operasi itu, TNI menggunakan dukungan drone tempur milik Angkatan Darat. Lamek tewas bersama tiga anak buahnya dalam serangan yang diklaim sebagai hasil dari pengintaian dan penyelidikan panjang terhadap aktivitas kelompok bersenjata yang kerap meneror warga sipil dan tenaga kerja non-Papua.
Asisten Intelijen Koops Swasembada Papua, Letkol Inf M. Renaldy H., menyatakan bahwa operasi tersebut merupakan tindak lanjut dari informasi intelijen yang menunjukkan adanya konsolidasi kelompok bersenjata pimpinan Lamek. Ia menyebut kelompok tersebut selama ini aktif melakukan pemerasan, intimidasi, dan serangan terhadap masyarakat maupun aparat.
Renaldy menambahkan bahwa Lamek bukanlah nama baru dalam daftar pelaku kekerasan di Papua. Sejak tahun 2020, kelompoknya dikenal sebagai ancaman serius bagi pekerja proyek infrastruktur dan masyarakat di Pegunungan Bintang.
Ia juga menyebut Lamek sebagai salah satu pimpinan OPM paling aktif dan radikal di wilayahnya. Rekam jejak kekerasan kelompok ini mencakup serangan terhadap pekerja Jalan Trans Papua pada 2 Maret 2020, perampasan senjata dari Pospol Subsektor Oksamol pada 28 Mei 2021, serta penyerangan terhadap Satgas Pamtas 403/WP.
Kelompok ini juga bertanggung jawab atas pembakaran Puskesmas Kiwirok dan pembunuhan tenaga kesehatan pada 13 September 2021. Mereka menembaki pesawat Smart Aviation pada 8 Oktober 2021 dan membakar sekolah serta fasilitas umum di Kiwirok dan Serambakon pada Desember tahun yang sama.
Dalam kurun waktu 2022 hingga 2025, kelompok ini terus melakukan penyerangan terhadap aparat TNI-Polri di berbagai titik terpencil, menggunakan senjata api hasil rampasan. Bahkan pada Oktober 2025, mereka menembaki helikopter pembawa bantuan kemanusiaan dan membakar sekolah, gereja, serta puskesmas di Distrik Kiwirok.
Rangkaian aksi tersebut memperburuk situasi keamanan di Pegunungan Bintang dan memaksa ribuan warga sipil mengungsi ke daerah yang lebih aman. Tewasnya Lamek dinilai sebagai pukulan besar bagi jaringan OPM di wilayah timur Papua.
Keberhasilan operasi ini menjadi sinyal bahwa aparat keamanan semakin tegas dalam menindak kelompok bersenjata yang menebar teror. Pemerintah daerah menyambut langkah tersebut dengan harapan terciptanya stabilitas baru di wilayah yang selama ini rawan konflik.
Selain itu, keberhasilan ini juga membuka harapan baru bagi para tenaga kerja dari luar Papua yang selama ini hidup dalam ketakutan. Dengan tewasnya tokoh utama di balik berbagai serangan, diharapkan situasi keamanan dapat segera pulih.
Aparat TNI dan Polri kini terus melakukan penyisiran lanjutan untuk memastikan tidak ada lagi perlawanan dari sisa anggota kelompok Lamek. Meski demikian, aparat tetap mewaspadai potensi aksi balasan dari jaringan OPM di wilayah lain.
Bagi masyarakat Papua, kematian Lamek Alipky Taplo bukan sekadar berakhirnya seorang panglima bersenjata, tetapi juga simbol harapan akan dimulainya kembali kehidupan damai di Tanah Cendrawasih.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok