Repelita Bogor - Kontroversi mengenai klarifikasi Taqy Malik atas tudingan penyelewengan dana umat kembali menjadi sorotan publik.
Pendakwah sekaligus pengusaha tersebut membantah keras tuduhan yang menyebut dirinya menggunakan dana donasi untuk kepentingan pribadi.
Isu ini bermula dari sengketa kepemilikan lahan yang menjadi lokasi pembangunan Masjid Malikal Mulki di kawasan Tanah Sereal, Bogor.
Persoalan tersebut tidak hanya memicu perdebatan hukum, tetapi juga menimbulkan keraguan masyarakat terhadap transparansi penggunaan dana donasi yang dihimpun oleh Taqy.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu, 5 Oktober 2025, Taqy Malik menyatakan bahwa tuduhan penyelewengan dana umat adalah fitnah.
Ia menegaskan bahwa penggalangan dana dilakukan sebagai ajakan sedekah sukarela dengan nominal Rp30 ribu per orang.
Menurutnya, dana tersebut ditujukan untuk membantu keberlangsungan pembangunan masjid, bukan untuk kepentingan pribadi.
Taqy juga mengaku bahwa nama baiknya telah tercemar dan kariernya terganggu akibat tudingan tersebut.
Ia menantang pihak-pihak yang menuduhnya untuk memberikan bukti valid atau melaporkannya kepada pihak berwajib.
Pernyataan tersebut menjadi bagian penting dari klarifikasi yang disampaikan Taqy Malik di tengah kontroversi yang berkembang.
Polemik ini berawal dari transaksi jual beli delapan kavling tanah antara Taqy dan seorang pengusaha bernama Sirhan.
Nilai kesepakatan untuk seluruh lahan mencapai Rp9 miliar.
Namun hingga batas waktu pada Juni 2023, Taqy baru membayar sekitar Rp2,2 miliar, terdiri dari uang muka sebesar Rp1 miliar dan beberapa kali cicilan.
Sisa pembayaran sebesar Rp6,8 miliar belum dilunasi meskipun telah diberikan beberapa kali peringatan.
Dari delapan kavling tersebut, tujuh masih berupa tanah kosong, satu kavling sudah berdiri rumah yang ditempati Taqy bersama keluarga, dan dua kavling lainnya digunakan untuk pembangunan Masjid Malikal Mulki.
Karena pembayaran belum lunas, pihak penjual merasa dirugikan dan membawa masalah ini ke jalur hukum.
Sengketa tanah tersebut akhirnya masuk ke ranah pengadilan.
Pada Juli 2024, Pengadilan Negeri Bogor memutuskan bahwa Taqy Malik melakukan wanprestasi.
Putusan tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada Oktober 2024.
Langkah kasasi yang diajukan Taqy ke Mahkamah Agung juga ditolak, sehingga putusan menjadi final dan mengikat.
Kuasa hukum Sirhan menegaskan bahwa tanah yang belum dilunasi tidak sah untuk diwakafkan, sehingga status masjid yang berdiri di atas tanah tersebut ikut terjerat sengketa.
Menanggapi situasi ini, Taqy sempat memberikan sinyal melalui unggahan di Instagram Story.
Dalam unggahan tersebut, ia menyatakan bahwa sikap diamnya selama ini bukan berarti tidak melakukan langkah apa pun.
Kalian bertanya-tanya kan selama ini kenapa gue diam? Jawabannya ada besok. Gue diam bukan berarti tidak bergerak. Let’s see tomorrow.
Ia juga menyampaikan bahwa setiap masalah memiliki dua sisi dan publik perlu mendengar keduanya sebelum mengambil kesimpulan.
Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa Taqy ingin menyampaikan cerita versinya terkait sengketa tanah dan penggunaan dana donasi.
Program donasi yang diinisiasi Taqy, yakni ajakan menyumbang Rp30 ribu per orang, awalnya dimaksudkan untuk membantu menyelamatkan masjid.
Namun langkah tersebut justru memicu kritik dari sejumlah pihak.
Sebagian menuding bahwa dana yang terkumpul tidak sepenuhnya dialokasikan untuk pembangunan masjid, melainkan untuk melunasi utang pembelian lahan.
Kuasa hukum pihak penjual tanah bahkan memperingatkan Taqy agar tidak menggunakan isu masjid sebagai cara untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah hukum yang dihadapi.
Di sisi lain, banyak masyarakat menilai bahwa persoalan ini harus diselesaikan dengan transparansi, mengingat masjid memiliki nilai sosial dan religius yang tinggi.
Kasus ini menunjukkan bahwa pembangunan tempat ibadah seperti Masjid Malikal Mulki memerlukan pengelolaan yang terbuka dan taat hukum.
Tuduhan penyelewengan dana umat telah menempatkan Taqy Malik dalam posisi sulit, sehingga ia merasa perlu memberikan klarifikasi agar publik tidak terjebak pada persepsi sepihak.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok