Repelita Jakarta - Pemerhati politik dan kebangsaan M. Rizal Fadillah menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi kepemimpinan nasional yang menurutnya membuat Indonesia seolah tidak memiliki presiden.
Ia menilai bahwa hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo hanya berputar pada urusan pribadi dan politik, bukan kepentingan rakyat.
Rizal menyoroti pertemuan antara Jokowi dan Prabowo di Kertanegara yang disebut sebagai pertemuan rahasia namun justru terpublikasi luas.
Ia menyebut bahwa pertemuan tersebut mencerminkan kongkalikong politik antara dua tokoh yang kini dianggap sebagai penguasa absolut.
Pertemuan di Kertanegara itu bukan soal rakyat, bangsa, atau negara. Itu hanya urusan kepentingan sempit mereka berdua.
Menurut Rizal, baik Jokowi maupun Prabowo tidak menunjukkan kepedulian terhadap rakyat yang sedang menghadapi kesulitan hidup.
Presiden apalagi mantan presiden hanya memikirkan diri dan kroninya semata.
Ia menilai bahwa keduanya saling melindungi dan bahkan saling menyandera dalam urusan politik.
Menteri-menteri manut, anggota dewan nurut, dan aparat hanya membuntut. L’état c’est moi mungkin keduanya berbisik sambil saling kedip di meja makan.
Rizal juga mengkritik bahwa kepemimpinan nasional saat ini tidak memperhatikan nasib rakyat kecil.
Tidak penting nasib ojol, sopir angkot, buruh lepas, atau petani yang bingung sulit makan.
Ia menilai bahwa berbagai isu publik terhadap pemerintahan Jokowi tidak ditanggapi serius oleh Prabowo.
Publik mempermasalahkan korupsi Jokowi dan keluarganya, tapi Prabowo hanya pidato tentang korupsi di Antartika.
Rizal juga menyinggung soal ijazah Jokowi yang sempat dipertanyakan publik.
Prabowo menganggap itu masalah kecil, bahkan mengejek, seolah ijazah dirinya pun bisa dipersoalkan.
Menurutnya, Prabowo terkesan membiarkan berbagai dugaan pelanggaran di era Jokowi.
Kejahatan Jokowi luar biasa, layak dihukum berat, tapi Prabowo justru berseru ‘hidup Jokowi!’
Rizal menilai bahwa ketika publik menuntut pergantian Kapolri dan reshuffle kabinet, Prabowo tidak bersikap tegas.
Kapolri membangkang, Jokowi senang, Prabowo tetap tenang. Reshuffle-reshuffle-an hanya manipulasi dan sama sekali tidak berarti bagi rakyat.
Ia juga menyoroti peran Gibran Rakabuming Raka yang kini menjadi Wakil Presiden.
Duo Prabowo dan Joko Widodo kini menjadi trio bersama Gibran. Ketiganya adalah produk dari kecurangan dan keculasan politik.
Menurut Rizal, ketiganya bersorak girang seolah pemenang tanpa memperhatikan keresahan rakyat.
Ia menyebut bahwa tantangan besar bagi pemerintahan Prabowo adalah kemampuan bertindak tegas terhadap Jokowi dan kroninya, termasuk Gibran.
Sekurangnya Prabowo tidak ikut campur atau melindungi mereka.
Rizal menyatakan bahwa tuntutan publik untuk mengadili Jokowi dan memakzulkan Gibran justru bisa menjadi dukungan politik kepada Prabowo jika ia mampu bersikap independen.
Jika Prabowo tetap tersandera dan terus manut pada kendali Jokowi, maka benarlah pandangan bahwa rakyat Indonesia serasa tidak punya presiden.
Lebih lanjut, Rizal memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, konstitusi memberi jalan bagi pemakzulan presiden atau wakil presiden.
Risiko jauhnya, trio Prabowo, Joko Widodo, dan Gibran layak menjadi musuh rakyat, musuh demokrasi, dan musuh konstitusi.
Rizal menegaskan bahwa reformasi menjadi keniscayaan dan revolusi bisa menjadi opsi jika rakyat terus dikhianati oleh kekuasaan.
Kebodohan dan ketidakberdayaan membawa pilihan pahit bagi kemerdekaan. Mereka berkhianat atas kepercayaan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok