Pertemuan tersebut berlangsung selama tiga jam, di mana Purbaya mendengarkan pemaparan dari Prabowo tanpa banyak bicara.
Keesokan harinya, Sabtu, 7 September 2024, Prabowo kembali memanggilnya untuk melanjutkan diskusi.
Dalam pertemuan itu, Purbaya tetap memilih diam dan tidak menyampaikan pendapatnya.
Namun pada Minggu, 7 September 2025, saat kembali berkumpul di Hambalang, Purbaya memutuskan untuk angkat bicara.
Kalau Minggu, waktu itu saya enggak ngomong, ya, sudah lah enggak ada kans untuk bicara lagi.
Waktu ketemu, rapatnya berlima.
Begini, begini, begini, saya bilang tadi, saya takut-takuti, 'Februari Pak (bakal pergantian kekuasaan),' 'Oh gitu ya?'
Nah itu, recipe to my success, kami takut-takuti dia.
Dalam pertemuan tersebut, Purbaya memaparkan sejumlah data ekonomi dari masa pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto hingga Presiden ke-7 Joko Widodo.
Ia menjelaskan bahwa setiap periode memiliki tantangan yang berbeda, mulai dari masa ekspansi hingga masa resesi.
Berdasarkan data tersebut, Purbaya menegaskan bahwa kesalahan dalam pengambilan kebijakan dapat berujung pada krisis ekonomi.
Jika krisis terjadi, maka pergantian kekuasaan menjadi kemungkinan yang nyata.
Ia mencontohkan hal tersebut terjadi pada masa Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid.
Sementara itu, pada masa penurunan ekonomi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2008–2009 dan era Presiden Jokowi tahun 2016, pergantian kekuasaan berhasil dihindari.
Menurut Purbaya, hal itu terjadi karena dirinya memberikan masukan kepada pemerintahan saat itu.
Ekonomi jatuh, dia jatuh.
Untung ada saya.
Sehari setelah menyampaikan pemaparan tersebut kepada Prabowo, pada Senin, 8 Oktober 2025, Purbaya ditunjuk sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati.
Sejak saat itu, Purbaya menjadi sorotan media karena gaya komunikasinya yang lugas.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok