Repelita Jakarta - Pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi institusi kepolisian di Indonesia yang dinilainya belum mengalami reformasi sejak masa kemerdekaan.
Ia menyebut bahwa yang terjadi selama ini hanyalah pemisahan antara militer dan kepolisian dari struktur ABRI, bukan reformasi yang menyentuh nilai-nilai demokrasi.
Rocky mempertanyakan mengapa tidak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyebab menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi Polri.
Menurutnya, perubahan yang terjadi hanya sebatas struktur kelembagaan, tanpa menyentuh esensi demokrasi yang seharusnya menjadi tujuan utama.
“Reformasi tidak menghasilkan demokrasi. Terjadi perubahan kelembagaan tapi tidak terjadi perubahan nilai berdemokrasi,” ujar Rocky Gerung dalam dialog publik yang digelar oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Senin, 29 September 2025.
Presiden Prabowo Subianto merespons tuntutan publik dengan membentuk Komite Reformasi Polri sebagai upaya perbaikan institusional.
Langkah ini diambil menyusul berbagai kasus pelanggaran HAM dan kekerasan yang masih terjadi di tubuh Polri.
Salah satu pemicu utama adalah kematian Affan, seorang demonstran yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis saat aksi unjuk rasa pada akhir Agustus lalu.
Peristiwa tersebut memicu kemarahan masyarakat dari berbagai kalangan dan mendorong tuntutan reformasi menyeluruh terhadap institusi kepolisian.
Komite Reformasi Polri yang dibentuk oleh Presiden Prabowo tidak dirancang sebagai lembaga permanen.
Lembaga ini bersifat ad hoc, dibentuk secara khusus untuk menangani situasi mendesak tanpa perencanaan jangka panjang.
Komite tersebut akan terdiri dari tujuh hingga sembilan anggota dan memiliki masa kerja selama enam bulan.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyadi menyatakan bahwa daftar nama komisioner telah dikantongi.
Pelantikan para anggota komite tinggal menunggu instruksi resmi dari Presiden Prabowo Subianto.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok