Repelita Jakarta - Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar di Ancol, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 27 September 2025, diwarnai kericuhan antar peserta.
Ketegangan muncul setelah Ketua Majelis PPP, Muhammad Romahurmuziy atau Rommy, menolak klaim bahwa Muhammad Mardiono telah terpilih sebagai ketua umum periode 2025–2030.
Sebelumnya, hasil Muktamar disebut menetapkan Mardiono sebagai ketua umum terpilih, namun penetapan tersebut masih ditolak oleh sebagian pihak.
Video kericuhan dalam Muktamar itu kemudian viral di berbagai platform media sosial dan memicu kecaman dari publik.
Banyak yang menyesalkan insiden tersebut karena dinilai mencoreng simbol partai yang identik dengan lambang ka'bah.
Salah satu yang menyuarakan kritik adalah penceramah Ustaz Hilmi Firdausi atau Gus Hilmi.
Ia menyebut bahwa PPP dulunya merupakan pilihan utama orang tua dan guru-gurunya.
Dalam unggahan media sosialnya pada Minggu, 28 September 2025, Gus Hilmi mempertanyakan arah partai yang mengaku berbasis Islam namun dinilai telah jauh dari nilai-nilai akhlak Islam.
Ia menulis bahwa partai Islam satu per satu digembosi dan dikuasai oleh kelompok yang disebutnya sebagai genk Oslo.
Menurutnya, setelah PKS dan PBB, kini PPP mengalami nasib serupa.
Seorang warganet turut menanggapi dengan menyebut bahwa masa depan umat muslim akan bergantung pada partai-partai non-relijius.
Sementara itu, Rommy menyatakan bahwa Muktamar ke-10 PPP masih berlangsung hingga Minggu malam pukul 22.30 WIB dan belum menetapkan ketua umum.
Ia membantah bahwa Mardiono telah terpilih, apalagi secara aklamasi.
Rommy menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan belum ada keputusan final dari Muktamar.
Di sisi lain, Pimpinan Sidang Muktamar X PPP, Amir Uskara, menyampaikan bahwa penetapan Mardiono sebagai calon ketua umum terpilih dilakukan berdasarkan ketentuan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
Ia menyebut bahwa proses penetapan telah mengikuti mekanisme yang berlaku di internal PPP.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok