Repelita Jakarta - Aplikasi World App dari proyek Worldcoin mendadak menjadi sorotan publik setelah muncul antrean panjang warga di Bekasi dan Depok.
Warga rela memindai retina mata mereka dengan imbalan uang tunai senilai Rp200 ribu hingga Rp800 ribu per orang.
Proses verifikasi identitas dilakukan menggunakan alat khusus bernama Orb yang merekam pola iris mata pengguna.
Verifikasi ini menjadi syarat untuk mendapatkan identitas digital World ID dan akses ke ekosistem kripto milik Worldcoin.
Fenomena ini memunculkan kekhawatiran serius di tengah masyarakat, khususnya menyangkut keamanan data biometrik yang sangat sensitif.
Sebagai respons, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan untuk membekukan sementara izin operasional Worldcoin dan World ID di Indonesia.
Langkah tersebut diambil menyusul adanya dugaan pelanggaran aturan perlindungan sistem elektronik dan potensi risiko penyalahgunaan data.
Pemerintah juga memanggil perwakilan perusahaan untuk memberikan klarifikasi mengenai sistem dan keamanan aplikasi yang mereka jalankan.
Di sisi lain, pakar keamanan siber Alfons Tanujaya menyampaikan bahwa kekhawatiran tersebut bisa jadi terlalu berlebihan.
Menurutnya, jika sistem World App dikelola secara profesional dan sesuai standar keamanan, risiko penyalahgunaan bisa diminimalkan.
Alfons menjelaskan bahwa data iris yang dikumpulkan World ID disimpan dalam bentuk terenkripsi dan dipecah ke beberapa server.
Hal ini membuat kemungkinan penyalahgunaan data menjadi sangat kecil.
Ia juga menyatakan bahwa teknologi ini justru sangat berguna untuk membedakan antara manusia dan bot di dunia digital.
“Metode WorldID ini dia bisa mengidentifikasi orang karena itu maka dia peruskan iris untuk bisa identifikasi orang,” ujarnya.
Walau secara teknis aplikasi ini terbilang aman, Alfons tetap menekankan pentingnya pengawasan ketat.
Audit independen dan perlindungan hukum yang jelas dibutuhkan untuk menjamin keamanan data pengguna.
Ia mengingatkan bahwa tanpa pengawasan yang tepat, risiko tetap ada meskipun teknologi yang digunakan canggih.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok