Repelita Jakarta - Pengundangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menuai sorotan luas karena dianggap berpotensi menggerus kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut kasus di lingkungan perusahaan milik negara.
Dalam ketentuan yang kini berlaku, posisi direksi dan dewan komisaris BUMN tidak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Akibatnya, tindakan hukum terhadap mereka tidak lagi menjadi ranah kerja KPK.
KPK secara resmi menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian terhadap undang-undang baru tersebut guna memastikan batas-batas kewenangan yang kini berubah.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyampaikan bahwa lembaga antikorupsi ini tetap berkomitmen bekerja sesuai hukum yang berlaku dan tidak akan melangkahi ketentuan perundang-undangan.
Selain soal status pejabat BUMN, pasal lainnya dalam UU ini juga memperkenalkan prinsip Business Judgement Rule.
Prinsip tersebut memungkinkan direksi dan komisaris bebas dari tuntutan hukum apabila keputusan bisnis yang mereka ambil menimbulkan kerugian, selama diambil dengan itikad baik dan dalam batas kewajaran manajerial.
Penerapan prinsip ini disebut-sebut rawan dimanfaatkan untuk meloloskan penyalahgunaan kekuasaan di balik dalih keputusan bisnis.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, mempertanyakan logika penegakan hukum yang akan berlaku dalam BUMN ke depan.
Menurutnya, ketika praktik korupsi terbukti, tetapi pelakunya bukan penyelenggara negara, maka ruang hukum menjadi abu-abu.
Perubahan signifikan lainnya adalah mengenai pengawasan keuangan BUMN yang kini tidak lagi berada di bawah kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebagai gantinya, audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik.
Model pengawasan ini dianggap rentan karena menghilangkan peran institusi negara dalam menelusuri potensi kerugian publik yang tersembunyi di dalam neraca BUMN.
Polri menyatakan akan mengantisipasi ruang hukum yang baru dengan memperkuat kerja sama bersama KPK, Kejaksaan Agung, BPK, dan BPKP.
Penindakan terhadap pejabat BUMN yang melakukan fraud atau pelanggaran berat tetap akan dilakukan.
Kendati demikian, publik menilai efektivitas penegakan hukum di sektor BUMN berisiko menurun drastis bila tidak diikuti dengan pengawasan ketat dan independen.
Kekhawatiran terbesar adalah bahwa undang-undang ini dapat dijadikan tameng untuk mengamankan kepentingan bisnis yang menyimpang dan melemahkan akuntabilitas manajemen BUMN.
Editor: 91224 R-ID Elok