Repelita Jakarta – Mahkamah Agung (MA) baru-baru ini melakukan mutasi terhadap Hakim Eko Aryanto.
Eko sebelumnya menjadi hakim ketua dalam sidang kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis.
Dalam putusannya, Eko menjatuhkan hukuman ringan terhadap Harvey Moeis, yakni 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar, dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Namun, keputusan tersebut mendapat kritik keras. Banyak pihak menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan, mengingat kerugian negara akibat tindak pidana tersebut mencapai Rp 300 triliun.
Setelah banding, Pengadilan Tinggi Jakarta akhirnya memperberat hukuman Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara.
Sebelum dipindahkan, Eko Aryanto sempat menjabat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kemudian dipindahkan ke Pengadilan Negeri Sidoarjo pada April 2025.
Kini, ia mendapatkan tugas baru sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Papua Barat.
Keputusan mutasi ini merupakan bagian dari rotasi jabatan hakim di seluruh pengadilan tinggi di Indonesia.
Langkah ini diambil dalam rangka menjaga independensi dan integritas lembaga peradilan.
Publik mengharapkan agar mutasi tersebut menjadi evaluasi bagi penegakan hukum di Indonesia.
Penting bagi setiap putusan hakim untuk mencerminkan keadilan dan menghindari kesan tebang pilih.
Diharapkan juga agar MA terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses peradilan.
Keputusan ini juga mendapat sorotan dari kalangan akademisi dan praktisi hukum.
Mereka berharap agar lembaga peradilan dapat terus menjaga kredibilitasnya di mata publik.
Setiap hakim diharapkan dapat menjunjung tinggi prinsip keadilan dan profesionalisme dalam setiap putusannya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok
