Repelita Jakarta - Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS diamankan oleh penyidik Bareskrim Polri setelah mengunggah sebuah meme yang memperlihatkan Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo dalam posisi berciuman.
Konten tersebut dinilai melanggar etika kesusilaan.
Unggahan itu dianggap menyebarkan informasi tidak layak melalui media sosial.
SSS dijerat menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal yang dikenakan yakni Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1), dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 dalam UU Nomor 1 Tahun 2024.
Ancaman pidana yang dikenakan mencapai maksimal 12 tahun penjara.
Denda yang dapat dijatuhkan mencapai Rp12 miliar.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak pernah mengajukan laporan ataupun tuntutan terhadap pihak yang menyudutkannya.
Ia menyampaikan bahwa Presiden lebih memilih metode pendekatan persuasif.
Terutama bila menyangkut generasi muda yang masih dalam tahap belajar.
Hasan menambahkan bahwa jalur hukum seharusnya menjadi pilihan terakhir.
Menurutnya, pembinaan dan edukasi lebih tepat diberikan agar pelaku memahami batas-batas kebebasan berekspresi di ruang publik.
Langkah tersebut dinilai lebih membangun dan mencerdaskan daripada menghukum secara pidana.
Pihak kampus melalui Direktur Komunikasi dan Humas ITB, Nurlaela Arief, membenarkan bahwa SSS merupakan mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain.
Pihak ITB saat ini sedang menjalin koordinasi dengan berbagai institusi.
Koordinasi ini ditujukan untuk menyediakan bantuan hukum serta pendampingan psikologis bagi yang bersangkutan.
Orang tua SSS pun telah menemui pihak kampus.
Mereka menyampaikan permintaan maaf atas tindakan anaknya.
Peristiwa ini memunculkan perdebatan publik seputar batas-batas ekspresi dan penerapan Undang-Undang ITE.
Sebagian masyarakat menilai tindakan hukum tersebut sebagai bentuk represi terhadap kritik dan satire politik.
Namun, tidak sedikit pula yang menyatakan bahwa unggahan SSS telah melewati batas kewajaran.
Tindakan tersebut dinilai patut diproses hukum.
Amnesty International Indonesia menyerukan kepada kepolisian agar menghentikan proses hukum terhadap SSS dan membebaskannya.
Menurut mereka, tindakan tersebut termasuk dalam kategori ekspresi yang dijamin oleh hak asasi manusia.
Ekspresi itu tidak semestinya dihukum secara pidana.
Meski demikian, penyelidikan terhadap kasus ini tetap berlanjut.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa proses penyidikan akan dilakukan secara profesional dan terbuka.
Mereka juga membuka peluang untuk pendekatan keadilan restoratif.
Syaratnya, semua pihak bersedia menyepakatinya.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kebebasan berpendapat di era digital tetap harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan sosial.
Editor: 91224 R-ID Elok