Repelita Tulungagung - Suryo Hadi Pranoto bukan hanya dikenal sebagai pengusaha otomotif sukses asal Tulungagung.
Di balik nama besarnya sebagai pemilik showroom K-Cunk Motor, tersimpan kisah panjang tentang perjuangan, kegagalan, hingga kebangkitan.
Ia membuktikan bahwa kerja keras, keikhlasan, dan keberanian meninggalkan sistem riba bisa membuahkan hasil luar biasa.
Suryo lahir dari keluarga yang hidup serba pas-pasan.
Ayahnya bekerja sebagai tukang batu dan penggali marmer.
Ibunya hanya pembuat anyaman bambu.
Sejak kecil, ia sudah terbiasa bekerja keras membantu orang tuanya.
“Kalau ayah saya tukang guli batu sama penggali batu marmer.
Memang yo kerjaane soro kabeh wong tuane, Mas,” ujar Suryo.
Keterbatasan ekonomi membuatnya terpaksa berhenti sekolah dari MA Diponegoro.
Ia kemudian merantau ke Kalimantan dan bekerja sebagai penyalur tenaga kerja.
Pada tahun 2010, masa sulit menimpa hidupnya.
Bisnis mobil yang ia rintis hancur total karena beban utang bank yang terus menumpuk.
“Saya memberanikan pinjam hutang di bank bangun bensional, akhirnya malah membuat saya bangkrut karena bunga terus berjalan,” kata dia.
Seluruh tabungan ludes.
Motor satu-satunya pun dijual.
Istri pertamanya akhirnya kembali ke luar negeri karena kondisi semakin sulit.
Namun tak lama kemudian, sang istri memutuskan untuk tak kembali.
“Istri saya mengalami stres… akhirnya memutuskan untuk tidak bersama saya lagi,” ungkapnya.
Meski sempat terpuruk, Suryo memutuskan untuk bangkit.
Ia ingin menyusul istrinya ke Taiwan agar bisa melunasi semua utangnya.
Dengan bantuan saudara dan pinjaman dari teman-teman, ia berhasil mengumpulkan Rp25 juta untuk ongkos berangkat.
“Saya pengin bangun.
Saya enggak mungkin terus dengan keadaan saya yang seperti ini,” tegasnya.
Di Taiwan, ia bekerja di pabrik lem wilayah Tainan.
Gajinya dipotong setiap bulan demi membayar utang-utang yang menumpuk.
“Alhamdulillah dalam 1 tahun 2 bulan saya lunas utang-utang saya di rumah,” ungkap Suryo.
Pulang ke Indonesia, ia membawa modal sekitar Rp40 juta.
Dengan pengalaman selama di Taiwan, ia mulai menjual mobil bekas lewat platform daring.
Dari satu mobil Timor seharga Rp33 juta, ia berhasil mendapatkan untung.
Penjualan itu menjadi awal bangkitnya Suryo membangun usaha otomotif.
“Saya belajar di sana… cat orisinal seperti ini, nat-natane lurus.
Saya pulang ke Jawa nanti saya pengin buktikan,” kata dia.
Mobil laku, ia membeli lagi, jual lagi, hingga akhirnya memiliki showroom mobil dan motor.
“Ternyata payu, saya esok golek maneh Mas.
Payu… cari lagi,” kenangnya.
Kesuksesan tak membuatnya lupa pada nilai-nilai spiritual.
Zakat dan sedekah menjadi pilar penting dalam usahanya.
“Jadi, zakat itu adalah kewajiban, Lur.
Kalau kita tidak mengeluarkan, kita akan disiksa di yaumul kiamah kelak,” jelasnya.
Ia menyebut zakat dari usahanya kini mencapai miliaran rupiah tiap tahunnya.
“Pokoknya kita miliaran zakatnya konsisten.
Bisa dicek di kantor saya, bisa tanya karyawan saya penyalurannya bagaimana,” ucapnya.
Tak hanya itu, Suryo aktif membantu sesama.
Ia pernah memberangkatkan tenaga kerja ke Taiwan dan Kalimantan.
Bahkan, ia turut membantu tetangga yang kesulitan ekonomi.
“Udah, pokoknya saya itu kerja bisa bantu orang, bermanfaat bagi orang.
Sudah ingat saya sengsara kayak apa dulu,” katanya.
Suryo Hadi Pranoto adalah contoh nyata bahwa kegagalan bukan akhir, dan bahwa bangkit dari nol bisa membawa keberkahan jika dibarengi ketulusan dan keberanian.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok