Repelita Jakarta - Aturan baru dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara memunculkan polemik terkait penanganan kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam beleid terbaru itu, KPK tidak lagi bisa menangkap direksi maupun komisaris BUMN yang terjerat kasus korupsi.
Lembaga antirasuah ini menyatakan bakal patuh pada aturan yang tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
Sebab dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa direksi dan komisaris perusahaan milik negara tak lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Dengan demikian, kewenangan KPK atas dugaan korupsi pejabat BUMN secara otomatis gugur.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan bahwa KPK sebagai pelaksana undang-undang harus tunduk pada regulasi yang berlaku.
"Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani," ujarnya.
Meski begitu, KPK tidak tinggal diam.
Lembaga ini tengah melakukan pengkajian lebih dalam atas dampak pemberlakuan UU BUMN terhadap kewenangan penindakan.
Tessa menambahkan, kajian itu juga relevan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menekan kebocoran anggaran.
Ia menyatakan bahwa KPK tetap ingin memberikan masukan konstruktif terkait peraturan perundang-undangan yang baru.
"KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Bapak Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki," tegasnya.
Dalam UU BUMN yang ditetapkan pada 24 Februari 2025, pasal 3X ayat 1 menyebutkan bahwa organ dan pegawai badan bukanlah penyelenggara negara.
Pasal 9G mempertegas bahwa Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara.
Namun, dalam penjelasan pasal itu ditegaskan bahwa status sebagai penyelenggara negara tidak otomatis hilang dari pejabat yang sebelumnya menjabat sebagai penyelenggara negara.
Di sisi lain, KPK masih berpegang pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Pasal 11 dalam UU itu menyatakan KPK hanya berwenang menangani kasus yang melibatkan aparat hukum, penyelenggara negara, atau kasus dengan kerugian negara di atas satu miliar rupiah.
UU tersebut juga menjelaskan bahwa penyelenggara negara adalah pejabat yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif serta memiliki fungsi yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
Pertemuan itu membahas UU BUMN serta keberadaan Danantara, super holding yang mengelola investasi negara.
Erick menyebut perubahan dalam UU BUMN berdampak signifikan terhadap tugas dan pola kerja Kementerian BUMN.
Dengan kepemilikan saham Seri A Dwiwarna sebesar satu persen, Kementerian kini memiliki kewenangan strategis yang lebih besar di Danantara.
Ia menekankan pentingnya pengawasan ketat agar tak muncul celah untuk praktik korupsi dalam holding besar tersebut.
Menurut Erick, tujuan dari pertemuan dengan KPK adalah memperkuat sistem pengawasan dan mendukung pembersihan birokrasi.
Ia menyadari bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan secara total tanpa perubahan sistem dan kepemimpinan.
"Kami menekan, kami tidak menghilangkan, karena tidak mungkin," katanya.
Erick juga menyoroti kelemahan masa lalu di Kementerian BUMN yang terlalu fokus pada aksi korporasi.
Ia menegaskan bahwa kini fungsi pengawasan harus diperkuat demi mencegah kebocoran anggaran.
Ia juga membuka kemungkinan untuk membagi tugas pengawasan agar tidak terjadi tumpang tindih dengan lembaga penegak hukum lain.
"Insyaallah dalam dua hingga tiga minggu ke depan," kata Erick soal tindak lanjut kesepakatan kerja sama pengawasan dengan KPK.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan lembaganya berkomitmen mencegah korupsi dalam pengelolaan dana negara, termasuk di Danantara.
Ia menyatakan bahwa semua lembaga negara harus saling mendukung demi menjaga kekayaan negara agar benar-benar memberi manfaat bagi rakyat.
"Kami support kementerian sekarang ini, lembaga yang ada agar benar-benar kekayaan negara ini dapat dikelola dengan baik," ujarnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok