Repelita Jakarta – Presiden Prabowo Subianto diduga sengaja meminimalkan peran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam pemerintahan.
Analis politik Ray Rangkuti mengungkapkan bahwa sejumlah kebijakan menunjukkan upaya tersebut.
Menurut Ray, banyak program yang sebelumnya ditangani Gibran kini tidak berjalan, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini diambil alih, pengaduan masyarakat yang tidak jelas tindak lanjutnya, hingga soal aglomerasi yang seharusnya dikordinasikan oleh Wapres, tapi sampai sekarang belum diputuskan.
Ray juga menyoroti keputusan Presiden Prabowo yang mengutus Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), ke Vatikan untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus, bukan Gibran sebagai wakil presiden.
Kondisi ini memunculkan spekulasi bahwa Prabowo sengaja meminimalkan peran Gibran dalam pemerintahan.
Hal ini berpotensi mempengaruhi dinamika politik di dalam pemerintahan dan hubungan antara Presiden dan Wakil Presiden.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan TNI juga mengajukan delapan tuntutan kepada Presiden Prabowo, salah satunya adalah mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada MPR.
Mereka menilai keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan Gibran menjadi wakil presiden melanggar hukum acara Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tuntutan tersebut menunjukkan adanya ketidakpuasan di kalangan purnawirawan TNI terhadap posisi Gibran sebagai Wakil Presiden.
Hal ini menambah kompleksitas situasi politik di pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kritik terhadap Gibran juga datang dari berbagai pihak.
Misalnya, Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, menyebutkan bahwa Gibran sebagai Wakil Presiden merupakan pengkhianatan konstitusi.
Ia menganggap terpilihnya Gibran sebagai Wakil Presiden sebagai kecelakaan konstitusi dan mendesak Presiden Prabowo untuk menggantinya.
Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Hendry Noor Julian, menyoroti lemahnya sistem check and balance dalam pemerintahan saat ini.
Ia mengingatkan bahwa kedekatan politik bisa membuat hukum kehilangan daya berlakunya, yang berpotensi mengurangi efektivitas pengawasan terhadap kebijakan pemerintah.
Kondisi ini menunjukkan adanya tantangan dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan akuntabilitas dalam pemerintahan.
Penting bagi Presiden Prabowo untuk mempertimbangkan berbagai masukan dan kritik yang ada guna menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Situasi ini juga menjadi perhatian bagi masyarakat, terutama terkait dengan transparansi dan efektivitas kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Kritik dan masukan dari berbagai pihak perlu menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan dalam pemerintahan ke depan.
Dengan dinamika politik yang berkembang, penting bagi semua pihak untuk menjaga komunikasi dan saling menghormati demi kepentingan bangsa dan negara.
Kesejahteraan rakyat dan kemajuan bangsa harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Pemerintah diharapkan dapat menyikapi berbagai kritik dan masukan dengan bijaksana, serta mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian, diharapkan tercipta pemerintahan yang efektif dan efisien, yang mampu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia menuju kemajuan dan kesejahteraan bersama.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok