Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Presiden Prabowo Diminta Protes Riset OCCRP yang Sebut Jokowi Terlibat Korupsi

 Haidar Alwi: Pemerintah Prabowo Harus Tegas Menyikapi OCCRP.

Repelita Jakarta - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk melayangkan nota protes resmi kepada pemerintah Belanda terkait riset yang dilakukan oleh OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project).

Pada akhir Desember 2024, OCCRP yang berbasis di Amsterdam merilis nama Jokowi sebagai salah satu finalis tokoh yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup di dunia.

Menurut R Haidar Alwi, Jokowi merupakan presiden yang dipilih langsung oleh mayoritas rakyat Indonesia melalui pemilu yang sah, sehingga pelecehan terhadap Jokowi dianggap sebagai pelecehan terhadap negara dan pemerintah Indonesia.

"Saya memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kementerian Luar Negeri melayangkan nota protes secara resmi kepada pemerintah Belanda terkait riset OCCRP," kata R Haidar Alwi pada Kamis (16/1/2025).

"Protes ini penting untuk menjaga harga diri bangsa di mata dunia dan memastikan bahwa negara Indonesia tidak dilecehkan oleh siapa pun. Jika sekarang Jokowi diserang, bukan tidak mungkin di masa depan OCCRP atau lembaga lainnya akan menyasar Presiden Prabowo Subianto," tambahnya.

Setelah memicu kegaduhan di Indonesia, OCCRP akhirnya mengakui bahwa mereka tidak memiliki bukti yang mendukung klaim keterlibatan Jokowi dalam korupsi. Namun, mereka berdalih bahwa kelompok-kelompok masyarakat sipil dan para ahli menilai pemerintahan Jokowi telah melemahkan lembaga antikorupsi, lembaga pemilihan umum, dan lembaga peradilan.

R Haidar Alwi menanggapi pernyataan tersebut dengan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah menyatakan bahwa revisi UU KPK dan pencalonan Gibran sebagai cawapres tidak melanggar hukum atau konstitusi.

"Jika OCCRP menggunakan alasan persepsi para ahli dan kelompok masyarakat sipil, bukankah sudah banyak putusan MK yang memastikan bahwa UU KPK dan pencalonan Gibran sah?" jelas Haidar.

OCCRP mengklaim bahwa nama-nama yang masuk dalam nominasi dan perolehan suara berasal dari pembaca, jurnalis, dewan juri, serta pihak-pihak lain melalui Google Form. Namun, metode pengumpulan data ini dinilai rawan kecurangan.

"Satu orang satu akun bisa mengisi form berkali-kali, bahkan bisa menggunakan banyak akun Google. Polling online juga bisa dimanipulasi dengan berbagai cara. Ini membuka peluang untuk kecurangan," jelas Haidar.

Ia menambahkan bahwa banyak pihak yang tidak tahu tentang OCCRP sebelum adanya kontroversi ini dan mempertanyakan keandalan data yang mereka kumpulkan.

"Sebelumnya, siapa yang tahu OCCRP? Hanya kalangan terbatas. Bahkan Tempo, yang bekerja sama dengan OCCRP, mengaku terlambat mengetahuinya," ujar Haidar.

Sementara itu, Haidar juga mengkritisi ketidakhadiran Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, dalam nominasi finalis OCCRP meskipun ia sering dikaitkan dengan kejahatan kemanusiaan dan menghadapi dakwaan pidana.

"Netanyahu yang sudah diperintahkan untuk ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional justru tidak masuk dalam riset OCCRP. Ini menunjukkan kelemahan dalam riset mereka," tutup Haidar. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved