Repelita, Tangerang - Sebuah pagar misterius sepanjang 30 kilometer yang membentang di perairan Tangerang akhirnya disegel oleh aparat setelah mendapat perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Penyegelan ini menyoroti lambannya respons aparat terkait keberadaan pagar yang dianggap ilegal oleh banyak pihak, termasuk para nelayan yang dirugikan.
Pagar tersebut diketahui mulai dibangun sejak pertengahan 2024, di masa pemerintahan Presiden sebelumnya, Joko Widodo. Selama hampir setahun, pagar ini memicu protes dari masyarakat sekitar, terutama nelayan yang mengaku kesulitan mencari ikan akibat akses laut yang tertutup. Meski laporan dan keluhan telah diajukan, tidak ada tindakan tegas dari pejabat setempat, hingga akhirnya kasus ini viral di media sosial.
Pengamat politik Rocky Gerung mengkritik keras lambannya tindakan pemerintah dalam menangani kasus ini. “Ini konyol! Untuk urusan pagar saja harus menunggu Presiden marah dulu. Aparat kita sedang apa selama ini?” ujar Rocky dikutip dari channel Youtubenya, Jumat 10 Januari 2025.
Presiden Prabowo memerintahkan penyegelan pagar setelah mendapatkan laporan langsung dari warga dan media. Menteri terkait, termasuk Menteri Kelautan dan Perikanan, sempat saling lempar tanggung jawab sebelum Presiden turun tangan. Penyegelan dilakukan oleh tim gabungan dari kepolisian dan dinas terkait, tetapi hingga kini belum ada kepastian siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.
“Pagar ini jelas-jelas ilegal, dan sudah saatnya kita menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Semua pihak yang terlibat, baik di pusat maupun daerah, harus diperiksa,” ujar Presiden Prabowo dalam pernyataannya.
Para nelayan di pesisir Tangerang menyatakan kerugian besar akibat keberadaan pagar tersebut. Mereka kehilangan akses ke area penangkapan ikan yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan. Selain itu, banyak dari mereka terpaksa meminjam uang untuk bertahan hidup, yang berujung pada jeratan utang.
“Kami hanya ingin laut kami kembali. Kami sudah protes sejak Juli 2024, tapi tidak ada yang mendengar. Baru sekarang ada tindakan,” kata seorang nelayan.
Keberadaan pagar ini masih menyisakan tanda tanya besar. Rocky Gerung menyebut adanya kemungkinan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam pembangunan pagar ini, baik dari korporasi besar maupun pejabat pemerintah. “Jika pagar ini sudah dibangun sejak Juli 2024, maka ada kemungkinan kuat bahwa ini melibatkan jaringan kekuasaan di masa Presiden Mulyono. Ini harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya,” tegas Rocky.
Banyak pihak mendesak agar penyelidikan dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya pelaku pembangunan pagar, tetapi juga aparat yang dianggap lalai dalam menjalankan tugas harus diberi sanksi. Dalam hukum, tindakan pembiaran seperti ini disebut sebagai “act of omission”, yang dianggap sebagai bentuk kejahatan.
Organisasi masyarakat sipil juga menyerukan perlunya penggantian kerugian bagi para nelayan, baik secara material maupun imaterial. “Kerugian ekonomi mereka nyata. Selain itu, ada dampak psikologis karena ketidakpastian ini,” ujar seorang aktivis lingkungan.
Kasus ini menjadi cerminan buruknya koordinasi antar-instansi di tingkat daerah dan pusat. Pengamat menilai bahwa birokrasi Indonesia masih sering lamban dan tidak responsif, terutama dalam menangani isu-isu yang menyangkut kepentingan masyarakat kecil.
Presiden Prabowo berjanji akan menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk membenahi sistem pemerintahan. “Kita tidak bisa lagi membiarkan hal seperti ini terjadi. Semua harus bekerja untuk rakyat, bukan untuk oligarki,” tegasnya.
Kasus pagar misterius di laut Tangerang membuka mata banyak pihak akan perlunya transparansi dan penegakan hukum yang tegas. Dengan penyegelan ini, masyarakat berharap ada langkah lebih lanjut untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang bertanggung jawab serta mengembalikan hak-hak nelayan yang telah dirugikan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok