Jakarta, 11 Desember 2024 - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan laporan penting dalam agenda resmi di Istana Negara yang dihadiri langsung oleh Presiden Prabowo Subianto, sejumlah menteri, kepala lembaga negara, serta para tamu undangan.
Dalam pidatonya, Luhut membahas transformasi digital melalui sistem e-Katalog yang dinilai membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Luhut menekankan bahwa transformasi digital ini merupakan langkah strategis untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang efisien, transparan, dan akuntabel. Hingga Desember 2024, sistem e-Katalog telah berhasil menghemat anggaran negara hingga Rp50 triliun dan menurunkan biaya operasional proyek hingga 40%.
“Kami mengembangkan sistem e-Katalog dari versi 5.0 menjadi versi 6.0, yang akan mengintegrasikan semua proses transaksi, mulai dari pemesanan hingga pembayaran, dalam satu platform. Ini adalah contoh nyata bagaimana digitalisasi dapat memberikan dampak positif bagi efisiensi pemerintahan,” ujar Luhut di hadapan para pejabat negara.
Luhut juga menyebutkan lima dampak positif dari pengembangan e-Katalog, yaitu penghematan biaya, efisiensi waktu, transparansi, peningkatan partisipasi penyedia, dan optimalisasi anggaran.
Menurut Luhut, sistem e-Katalog baru ini telah menarik lebih dari 13.000 penyedia barang dan jasa, serta menampilkan 11 juta produk yang tersedia.
Namun, pidato Luhut menarik perhatian publik ketika nama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak disebut dalam laporan tersebut. Hal ini memicu berbagai spekulasi tentang dinamika politik yang terjadi di balik layar.
Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran terlihat menyimak pidato Luhut dengan seksama. Ketidakhadiran nama Gibran dalam pidato tersebut dianggap sebagai pesan politik yang memiliki makna tersendiri.
Komentar warganet pun membanjiri media sosial terkait hal ini. Beberapa warganet menyayangkan sikap Luhut yang tidak menyebut nama Gibran dalam pidatonya.
“Wakil presidennya di-skip jangan gitu, kau opung. Garis komando harus tetap dihormati meski siapapun dia,” tulis salah seorang warganet.
“Lupa asli, pak Luhut tidak menyapa hormat ke wakil presiden,” komentar netizen lainnya.
“Opung Luhut hanya mau sapa yang intelektualnya terpuji, yang tidak ya abaikan saja,” timpal pengguna media sosial tersebut.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara Luhut, Prabowo, dan Gibran akan berkembang. Apakah transformasi digital ini akan menjadi alat pemersatu dalam pemerintahan Prabowo, atau justru memicu konflik politik baru?(*)
Editor: 91224 R-ID Elok