
Repelita Padang - Masyarakat korban bencana dari empat kabupaten/kota di Sumatera Barat secara resmi mengajukan citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri Padang melalui Tim Advokasi Keadilan Ekologis sebagai kuasa hukum warga Padang, Agam, Tanah Datar, dan Solok.
Gugatan itu menyeret negara atas dugaan kelalaian sistematis dalam mencegah dan menanggulangi bencana ekologis yang telah menewaskan 241 jiwa di Sumbar serta ratusan lainnya di provinsi tetangga sejak akhir November lalu.
Bencana yang menimpa 3 provinsi di Sumatera termasuk di Sumatera Barat tidak bisa kita anggap sebagai bencana tahunan karena faktor alam semata. Melainkan sebuah bencana yang terencana akibat eksploitasi terhadap kawasan hutan yang secara brutal dan tanpa adanya sebuah evaluasi dan pengawasan, tegas Adrizal selaku juru bicara Tim Advokasi Keadilan Ekologis.
Data Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat setiap tahun mencatat lonjakan deforestasi yang signifikan, namun tidak pernah diikuti evaluasi menyeluruh maupun penindakan tegas.
Kejahatan yang tersistematis dalam bencana ekologis ini juga bisa kita lihat di saat pemerintah memberikan izin-izin kepada pemilik modal secara ugal-ugalan, tidak ada konsekuensi yang dihadirkan jika ditemukan pelanggaran, lanjut Adrizal.
Akibat pengabaian tersebut, ratusan nyawa melayang, ribuan warga terluka, ratusan rumah hancur, serta fasilitas umum rusak berat.
Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan terbukti lemah, terlihat dari kasus penembakan antaranggota polisi terkait backing tambang ilegal di Solok Selatan, aktivitas galian ilegal di Lubuak Matuang, serta tambang tanpa izin di Desa Sungai Abu, Kota Solok.
Lempar tanggung jawab antara daerah dan pusat tidak hanya tidak etis, tetapi memperbesar risiko bagi warga. Keselamatan publik tidak boleh dikalkulasi dengan logika ekonomi semata. Pembangunan harus tunduk pada batas ekologis. Tanpa itu, kita hanya mengulang siklus bencana dan korban setiap tahun, imbuhnya.
Citizen lawsuit ini diajukan setelah pemerintah mengabaikan seruan publik selama sepuluh hari berturut-turut yang disampaikan YLBHI-LBH Sumatera untuk segera menetapkan status bencana nasional, padahal dampak yang tercatat BPBD Sumbar sudah sangat masif dan memenuhi syarat.(.)
Editor: 91224 R-ID Elok

