Roy yang mengenakan kaus putih bertuliskan Samsul dan jas hitam datang bersama pakar forensik digital Rismon Hasiholan Sianipar, advokat Kurnia Tri Royani, serta sejumlah emak-emak pendukungnya. Ia menyebut kedatangannya bertujuan untuk bertemu Wakil Menteri Kemendikdasmen Atip Latipulhayat dan menyerahkan dokumen terkait SK penyetaraan ijazah Gibran.
Roy membawa salinan SK yang menyebut Gibran telah menuntaskan pendidikan setara kelas 12 di UTS Insearch, Sydney, Australia, yang diterbitkan pada 6 Agustus 2019. Menurut Roy, surat tersebut dinilai tidak sah secara hukum karena bentuknya hanya berupa surat keterangan, bukan surat keputusan sebagaimana mestinya.
Ia menjelaskan, ada sepuluh syarat penyetaraan ijazah, salah satunya bukti rapor lengkap hingga kelas 12 atau kelas 3 SMA. Namun, Roy mengaku hanya menemukan dua salinan rapor milik Gibran, yakni kelas 10 dan 11. Menurutnya, kelas 12 disebut-sebut diganti dengan keterangan dari UTS, padahal lembaga itu bukan sekolah menengah, melainkan lembaga kursus yang hanya menyediakan program matrikulasi singkat.
Roy mengungkapkan bahwa durasi pendidikan Gibran di UTS hanya enam bulan, sedangkan durasi normal program tersebut adalah antara sembilan hingga dua belas bulan. Karena itu, Roy menilai Gibran tidak menyelesaikan pendidikan sesuai ketentuan dan meminta agar SK tersebut dicabut.
“Kalau surat keterangan itu dicabut, maka otomatis syarat Gibran untuk menduduki jabatan Wakil Presiden menjadi gugur. Artinya, posisi itu seharusnya tidak dapat ia pertahankan,” ujar Roy.
Sementara itu, Kurnia Tri Royani menegaskan bahwa langkah mereka ke Kemendikdasmen semata untuk mencari kebenaran. Ia mengutip prinsip hukum ubi jus ibi remedium yang berarti setiap hak memiliki jalan hukum untuk dipertahankan jika dilanggar.
“Maknanya adalah bahwa keadilan itu tidak datang dengan sendirinya. Keadilan harus dicari, diperjuangkan, dan ditegakkan,” ucap Kurnia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

