Repelita Singapura - Penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudha Sadewa untuk menanggung utang proyek kereta cepat Whoosh memicu sorotan tajam terhadap warisan kebijakan era Presiden Joko Widodo yang dinilai sarat kepentingan politik.
Pengamat kebijakan publik Sulfikar Amir menyampaikan pandangannya melalui kanal Youtube Abrahan Samad pada Selasa, 21 Oktober 2025. Ia menyebut bahwa persoalan keuangan yang membelit proyek tersebut merupakan dampak langsung dari proses pengambilan keputusan yang didominasi oleh relasi kekuasaan.
Menurut Sulfikar, sejak awal banyak pihak telah memberikan peringatan dan kritik terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Namun, semua masukan tersebut diabaikan dan proyek tetap dijalankan secara paksa hingga kini beroperasi dalam kondisi merugi secara finansial.
Akademisi dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura itu menilai bahwa situasi ini menimbulkan dua pertanyaan mendasar. Pertama, mengapa proyek tetap dilanjutkan meski tidak layak secara ekonomi. Kedua, siapa yang harus bertanggung jawab atas keputusan tersebut.
Ia juga menyoroti ketimpangan manfaat yang ditimbulkan oleh proyek tersebut. Menurutnya, dana besar yang digelontorkan hanya untuk melayani jalur Jakarta-Bandung sangat tidak adil bagi masyarakat di wilayah lain yang juga membutuhkan akses transportasi serupa.
Dampak lain yang ia tekankan adalah terganggunya layanan kereta lain yang dikelola PT KAI. Ketika PT KAI dipaksa menanggung beban proyek Whoosh, hal itu menggerus kualitas layanan di sektor lain seperti KRL dan jalur antar kota.
Sulfikar menyebut bahwa proyek ini sejak awal disetujui tanpa kajian teknokratis yang memadai. Ia menilai gaya kepemimpinan Jokowi dalam proyek ini lebih mengedepankan kehendak pribadi daripada pertimbangan rasional berbasis data.
Ia mengungkapkan bahwa Jokowi merasa memiliki gagasan cemerlang untuk membawa teknologi dari Cina demi mengubah wajah Indonesia. Namun, ketika diberi tahu bahwa proyek tersebut tidak layak dan terlalu mahal, serta ada alternatif lain yang lebih efisien, ia tetap bersikukuh melanjutkan.
Sulfikar menegaskan bahwa penggunaan kekuasaan secara sepihak dalam proyek ini telah menghasilkan keputusan yang kini membebani negara dan berdampak luas terhadap masyarakat. Ia menyimpulkan bahwa proyek Whoosh menjadi simbol dari kebijakan yang tidak berpijak pada kepentingan publik secara menyeluruh.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok