Repelita Jakarta – Pemerintah tengah menyiapkan program pengembangan bahan bakar etanol yang bersumber dari komoditas lokal seperti singkong, jagung, dan tebu. Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk memperkuat ketahanan energi sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa program campuran etanol pada bensin akan diterapkan secara bertahap. Target awalnya adalah fase E10 atau campuran 10 persen etanol yang akan dimulai pada tahun 2027, sebelum berlanjut ke fase E20.
Ke depan kita akan dorong ini menjadi E20, tapi bertahap, E10 dulu. Tahun 2027–2028 sudah kita mulai, kata Bahlil kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 24 Oktober 2025.
Menurut Bahlil, keberhasilan Indonesia dalam pengembangan biodiesel berbasis minyak sawit dari B10 hingga B50 menjadi modal penting untuk melanjutkan inovasi di sektor bensin berbasis etanol. Ia menyebut bahwa program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan energi bersih, tetapi juga mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar.
Selain untuk meningkatkan energi yang bersih, kita juga ingin mengurangi impor. Kesuksesan kita dalam transformasi B10 sampai B50, kita harapkan bisa terulang di sektor bensin berbasis etanol, ujarnya.
Etanol yang digunakan dalam program ini akan bersumber dari bahan baku lokal seperti jagung, singkong, dan tebu. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dampak ganda, yakni memperkuat komitmen pemerintah terhadap energi hijau sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi petani.
Kalau di biodiesel itu pakai CPO, maka di bensin itu etanol. Sumbernya dari jagung, singkong, dan tebu. Ini strategi untuk meningkatkan pendapatan petani, mendorong hilirisasi di sektor pertanian, dan menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru, jelasnya.
Dengan skema tersebut, rantai produksi pertanian akan memiliki pasar yang lebih pasti. Hilirisasi produk pertanian juga diharapkan memicu tumbuhnya industri pengolahan etanol di berbagai daerah.
Karena ini akan terjadi di daerah-daerah, bukan di Jakarta. Supaya apa? Kita kurangi impor, pendapatan rakyat naik, dan polusi pun bisa ditekan dengan kualitas bahan bakar yang lebih baik, pungkas Bahlil.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

