Breaking Posts

10/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Mahfud MD Soroti Utang Proyek Whoosh dan Desak Penyelidikan Kontrak Pemerintah Sebelumnya


 Repelita Jakarta – Isu proyek kereta cepat Indonesia-China kembali menjadi sorotan publik setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudha Sadewa menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak akan membayar utang proyek Whoosh yang merupakan peninggalan dari era Presiden Joko Widodo.

Menanggapi pernyataan tersebut, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai bahwa hal itu mengindikasikan adanya persoalan serius yang selama ini mungkin disembunyikan dalam pengelolaan proyek strategis nasional tersebut.

Mahfud menyebut bahwa sejak awal proyek kereta cepat Whoosh menyimpan sejumlah masalah mendasar. Ia menyoroti persoalan biaya yang sangat besar, pengalihan kontrak dari Jepang ke China, serta pemecatan pejabat yang menolak proyek tersebut.

Ada pula dugaan mark up dan pemecatan pejabat yang tidak setuju dengan proyek itu, ungkap Mahfud melalui kanal YouTube miliknya, Jumat 24 Oktober 2025.

Ia menegaskan bahwa meskipun utang pemerintah sering dianggap sebagai beban rakyat, masyarakat tetap memiliki hak untuk mengetahui dan meminta pertanggungjawaban atas kontrak yang dibuat pemerintah dengan pihak asing.

Mahfud mengingatkan agar persoalan ini tidak diarahkan untuk menyalahkan pemerintah China. Menurutnya, China menjalankan kontrak sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak dan kepentingan nasionalnya.

Kita harus memaklumi, sikap pemerintah China yang begitu taat terhadap kontrak tidak bisa disalahkan. Karena selain asas kebebasan berkontrak, mereka juga punya kepentingan nasional yang diletakkan di atas akad atau kontrak itu. Dan itu dibenarkan dalam aturan General Agreement on Tariff and Trade serta World Trade Organization, jelas Mahfud.

Namun, ia menekankan bahwa jika kontrak tersebut justru merugikan Indonesia, maka akar persoalannya bukan pada pihak asing, melainkan pada kelalaian dan ketidakcakapan pihak dalam negeri dalam menjaga kepentingan nasional.

Kalau kita kalah dalam pembuatan kontrak yang kemudian mencekik, tentu tidak bisa hanya menyalahkan China. Bisa jadi pihak kita tidak becus memegang kebebasan setara dalam berkontrak dan abai terhadap kepentingan nasional sendiri, bahkan mungkin saja koruptif seperti yang diduga selama ini. Inilah perlunya penyelidikan atas kasus ini, tegas Mahfud.

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa penyelesaian kasus kereta cepat tidak cukup dilakukan secara politik. Ia menyarankan agar proses hukum juga ditempuh untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan yang diwariskan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya.

Kasus ini harus diselesaikan bukan hanya secara politik tetapi juga secara hukum. Tujuannya agar ke depan tidak terjadi lagi penyalahgunaan kewenangan yang diwariskan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya, pungkas Mahfud.

Ia menambahkan bahwa lembaga-lembaga negara harus kembali bekerja sesuai dengan mandat konstitusi dan dijalankan dengan tanggung jawab moral demi menjaga integritas penyelenggaraan pemerintahan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.id | All Right Reserved