Repelita Jakarta - DPR RI diperkirakan belum akan menggunakan hak interpelasi untuk menelusuri keabsahan ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, meskipun isu tersebut terus bergulir di ruang publik.
Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menyampaikan bahwa sikap DPR yang cenderung pasif dalam merespons isu ijazah Gibran berkaitan erat dengan proses hukum yang masih berlangsung di pengadilan.
Ia menilai bahwa para anggota legislatif memilih untuk tidak mengambil langkah tergesa-gesa, demi menghormati jalannya proses hukum yang sedang berjalan.
Dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL pada Kamis, 23 Oktober 2025, Efriza menjelaskan bahwa partai-partai politik tampaknya lebih memilih pendekatan menunggu dan mengamati perkembangan.
"Partai-partai tampaknya lebih memilih untuk wait and see, maksudnya menunggu momentum," ujar Efriza.
Ia menambahkan bahwa meskipun secara prosedural interpelasi terhadap ijazah Gibran sebagai syarat pencalonan wakil presiden bukanlah hal yang rumit, namun dinamika politik internal membuat partai-partai koalisi maupun PDIP sebagai oposisi cenderung menahan diri.
Menurutnya, mereka masih menunggu arah perkembangan dari proses hukum yang sedang berlangsung.
Efriza juga menyoroti bahwa partai-partai politik sedang mencermati hubungan antara Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ia menyebut bahwa sikap menahan diri tersebut bukan hanya karena menghormati proses hukum, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap Presiden Prabowo.
"Mereka juga mempelajari situasi hubungan Presiden dan Wakil Presiden. Tampaknya partai-partai menahan diri, selain menghormati proses ijazah tersebut juga karena menghargai dan menghormati Prabowo," tuturnya.
Lebih lanjut, Efriza yang merupakan magister ilmu politik dari Universitas Nasional (UNAS) menyatakan bahwa DPR kemungkinan besar tidak akan mengambil langkah konkret dalam waktu dekat untuk memperjelas persoalan ijazah Gibran.
Ia menilai bahwa keputusan DPR sangat bergantung pada arahan dari para ketua umum partai politik masing-masing.
"Sebab tidak bisa diabaikan anggota-anggota DPR tidak bisa bergerak sendiri, mereka menunggu 'arahan' dari ketua umumnya masing-masing, sedangkan ketua umumnya sedang wait and see," demikian Efriza menambahkan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

